Jumat, 14 Agustus 2015

Nyetatus Tentang Mudik




Saat balik dari mudik kira-kira satu setengah bulan lalu (Mei 2015), saya membawa ketiga anak saya dari bandara Jakarta ke Makassar
 Perjalanan yang cukup melelahkan, karena kami start perjalanan dari Sukabumi bagian Selatan jam delapan malam. Jam dua dini hari sampai bandara Soekarno Hattta Cengkareng. Dingin menyergap sampai tulang, bandara belum terlalu ramai.
Kami harus menahan kantuk dan lelah untuk melanjutkan dengan jadwal penerbangan jam 6 pagi. Kakeknya anak-anak mengantar sampai pintu masuk keberangkatan. Melihat raut wajahnya seperti tidak tega melihat kerempongan ini. Hehehe.

Jangan dibahas lagi betapa rempongnya. Bayi 6 bulan  di stroller, sementar anak-anak masing-masing bawa ransel kecil sendiri, lalu saya sibuk mengatur barang untuk security check dan lain-lain. Mengatur posisi saat harus menaiki ekskalator. Dan untunglah ketemu dengan play ground. Anak-anak bisa sedikit bersantai dan saya menggendong-gendong adik bayi yang lagi agak rewel. Wkwkwkwk kapan lagi bisa perosotan dini hari selain di bandara?

Oke, di depan tempat perosotan itu saya bertemu dengan sepasang suami istri dan anaknya. Tatapan heran bisa saya rasakan ketika mereka melihat kami. Sempat mengobrol sebentar, standar basa basi dari mana ke mana. Hingga akhirnya sampai pada pertanyaan, kok sendirian bawa anak-anak. Sebelum mereka berprasangka lebih jauh, saya pun menjelaskan. Hihihi nggak penting juga sih sebenarnya. Siapalah saya, yang jadwal cuti suami dan kegiatan mudik kami bukanlah urusan publik. *eaaaa. Lagipula jam tiga pagi apa seh yang enak diomongin selain memunajatkan keinginan-keinginan kita Tuhan. Hmmm.. *benerinmukenah.

Singkat cerita, sampailah kami di bandara Makassar. Nggak perlu lah dicritain gimana saya mengatur itu anak bertiga supaya saya bisa sholat subuh di musholla sebelum boarding. Dan menenangkan adik bayi yang rewel. Dan menghibur anak- anak ketika bosan menunggu. Dan mengatur tempat duduk anak-anak yang berebutan. Wkwkwkwk suerrr saat itu saya merasa heroik dan keren banget. :p
Heroik...tapi ya tetep lah lelah. Merasa keren...tapi ngantuk. Manusiawi bukan?

 Saat mengantri untuk ambil bagasi, saya suruh anak-anak duduk di pojokan sembari istirahat. Saya menggendong bayi sambil mendorong trolley. Menunggu untuk satu koper, satu baby stroller, dan satu tas travel.
Mendadak ada yang melempar sandal..eh senyum ding. Lalu menyapa sekedarnya dan bertanya.
"Itu adek bayi dipakaikan kapas nggak di telinganya?"
Saya menengok ke arah bayi di gendongan saya. Kapasnya lepas, entah kemana. Hihihi..
Dia melanjutkan lagi, "Bahaya itu buat telinga bayi. Bisa rusak telinganya...kalo naik pesawat itu harusnya....." Bla..bla...blaaa..

Saya terdiam. Saya amati sekilas. Dia laki-laki masih muda. Mungkin usinya dua puluhan..atau kurang. Menenteng ransel dan gadget. Sementara saya, emak usia tiga puluhan, menggendong bayi dan mengawasi anak-anak.
Untung saya habis piknik. Wkwkwkwk..
Saya diam saja. Iya, masa saya harus bilang panjang lebar bahwa bertahun-tahunbertahun-tahun
 saya mengarungi dunia permudikan. Nggak sekali dua kali sambil bawa bayi. Antar pulau antar propinsi.

Ah, sudahlaahh..toh sudah biasa begitu. Orang komentar tanpa mencukupkan ilmunya dulu.
Orang bertanya tanpa mempertimbangkan esensi dan urgensinya.
Orang menghakimi tanpa tahu apa-mengapa-bagaimananya.
Apalagi di sosmed.
Hihihi..

Misalnya gini.
Ada status apa gitu...tetiba ada yang komen OOT banget dan justru malah dibatin sama orang yang baca.
Ada orang yang merasa tahu banget tentang makanan sehat, lalu setiap ada postingan yang nyangkut-nyangkut makanan dia selalu keluarkan "ilmunya". Yaah keliatan luar biyasah seh, tapi palingan cuman dibatin gini sama yang nyetatus, "Yaelaaahh...sok tau bingit lu."

Ada pula yang merasa pede dengan dirinya, sehingga tidak sungkan untuk menghakimi berat badan emak-emak. Wkwkwkwkwk..kalo yang ini berkali-kali dah saya kena. Bahkan pernah sampai saya beberkan berat badan sebenarnya, malah dikira bohong. Asem banget nggak seh?


*Sorowako, Juli 2015

Tidak ada komentar: