Senin, 20 Agustus 2018

Waspadalah Saat Kamu Lapar

Waspadalah saat kamu lapar.

Haeeee gaess,

Kamu, cah kae, aku dewe, cah kono, cah kene...
Pernah merasa laper sangad? Kelaperan ampe kamu nggak bisa fokus dan nganu. Nganu pokokmen.

Ini gegara ada temen (anggep aja begitu 😁) nyetatus tentang efek lapernya. Emak-emak laper lagi nyetir di jalanan Bandung, sampai dia teriak-teriak ngatur polisi yang lagi ngatur lalu lintas di tengah kemacetan. Kebayang kan polisinya ampe menatapnya penuh sambat tiada tara.

Wooww. Hahaha. Ngapain ada Ratna Sarumpaet di mari, mungkin begitu di pikirannya 😎

Aku sih belum pernah kayak gitu. Apalagi kalo pas nyetir. Lha misale lihat pak polisinya nampak ganteng dan sholeh lagi ngatur lalu lintas, masa kudu macak ala kucing gelud gitu? Iki ming misale lho yaaa... Umpamanya. Selaper-lapernya kalo aku laper ya tetep macak solehah. ---ini dalam konteks perandaian dan cita-cita.  Ming macak, mungkin. Bener solehah atau ndaknya mungkin bisa dilihat dari timbangan.....ye kan? Timbangan amal perbuwatan. Otewe sholihah lah yaa..amiin.
Atau macak syantik. Atau macak Atiqah Hasiholan. 😁

Lalu aku urun komen. Cerita nggedabrus macem aku kalo lagi kenyang. Macam kamu kalo lagi nggombal, eaaa... 

Tadinya aku pikir, aku nggak punya cerita tentang kelaperan yang konyol. Aku ingat-ingat seperti yang biasa aku lakukan saat sadar bahwa ingatanku cukup payah.

Woiyaaaa aku pernah... Suwaad itu pagi. Pagi itu sebelum siang, yes 

Aku kudu bergegas bikin sarapan. Aku sendiri lapar, karena malamnya makanku cuman dikit. Yaaahh...demi BB yang katanya mendekati solehah itu. Naahh, kalo pagi itu menu paling ideal buat emak rempong beranak tiga adalah nasi goreng. Ya kan? Nasinya yang udah ada di mejikom sedari malam. Kamu gak perlu ngajarin aku untuk bikin nasi goreng. Srang sreng srang sreg pake bumbu instan juga jadilah. Naahh anakku kan sukanya pake kecap. Nyari kecap di laci-laci dapur jebul raib. 

Trus aku nyari di meja makan. Jebulnya ada. Basa basi dikit sama pak suami yang lagi ngopi dan nonton tipi. Mbahas berita di tipi. Sedikit rasan-rasan kembelgedezan huru hara politik.  Wis ngeciprisnya, aku ke dapur lagi nerusin bikin nasgor. Srang sreng srang sreng... Yaaakkk tuaaang kecapnya...seerrrr...dalam gerakan memutar ala chef di tipi. 

Eh lha kok. Ini kecap apaaa??? Kok putih? Keluaran terbaru? Emang ada?!
Haee, aku bertanya padamu wahai nasi goreng dalam wajan maspion di atas kompor tjap Frigidaire!!
Ee lhadalah...jebul eskaem. Alias kental manis, dalam wadah plastik yang mirip dengan wadah kecap. 

Lututku langsung lemes. Laperku ilang. Jadi emosi dan embuh banget. 😑😑😑
Dan kamu jangan tanya kenapa begitu. Pokoknya jangan.

---curhatan emak rempong yang kadang embuh, kadang hasembuh, kadang....

Perempuan Emang Baper

Hari ini aku mulai dengan baper. Sangat.
Bukan tentang kamu, atau cah kae. Atau cah kono sing omahe sebelah kene. 

Bukan. Ini tentang aku dewe.

Aku teringat sesuatu yang hampir aku lupakan rasanya, tapi tiba-tiba teringat lagi. Harusnya aku sudah lupakan, atau setidaknya jangan pernah ingat kembali. Tapi yaa kadang ada pemicu yang seperti sekop menggali-gali apa yang sudah terkubur dalam.

Aku pernah di suatu masa memilih untuk resign dari sebuah pekerjaan yang aku impikan sejak lama. Yang aku idamkan dengan sangat. Pekerjaan atau kalo boleh dibilang karir, yang baru aku rintis di awalnya. Resign begitu saja. 
Itu terjadi sesaat setelah menikah. Suatu keputusan yang kuambil sendiri dengan sadar tanpa paksaan. Dan mungkin saat itu tidak terpikirkan olehku semua konsekuensi dan hal-hal yang menjadi resikonya setelah itu. 

Ini tentang aku dewe. Emak-emak yang tidak punya pekerjaan atau karir, alias pengangguran. Aku yang dulu pernah dan sering di-underestimate orang hanya karena pengangguran. Yang dulu sering ambyar atine saat mendapati ternyata wanita karir lebih dipandang secara sosial dan ekonomi, juga dengan derajat permakluman yang tinggi. Yang sering merasa nganu kalo orang membanding-bandingkan aku dengan si anu dan anu yang nampak punya pekerjaan. Aku yang sering bingung mengisi kolom "pekerjaan" di formulir segala macam. 

Ini tentang aku dewe. Bukan kamu, cah kae, atau cah kene sing omahe kono.  Aku dulu pernah minder saat bertemu kawan lama, hanya gara-gara pertanyaan, "Kamu kerja di mana?" Aku dulu juga sering baper hanya karena anggapan bahwa istri tidak bekerja hanya menghabiskan gaji suami. Seburuk itu kah?

Sekarang sih aku sudah pede. Saat kawan lama menghubungi, menanyakan kabar, serta pekerjaan sekarang aku akan me njawab santai, "Aku nggak kerja. Aku pengangguran. Kerja nggak kerja tetep minta gajian."

Kalau ada pertakonan kenapa aku nggak kerja bla bla bla, aku juga sudah punya jawaban tanpa aku harus ikut-ikutan mempertanyakan keputusan wanita tetep bekerja atau berkarir. Yaaa...itu perlu proses. Perlu pembuktian, juga konsistensi dari apa yang sudah disepakati. Butuh bertahun-tahun sampai aku bisa merenungi hidup dan makna hidup sawang sinawang, juga perjalanan hidup masing-masing orang yang tidak bisa dihajarblehkan begitu saja. Lantas aku menjadi bijak? Tidak juga. Buktinya aku masih baper, kadang-kadang.

Memang sih, keputusan tidak bekerja itu kuambil sendiri, tentu saja dengan persetujuan suami. Ah, aku merasa sempurna berada di sisinya. (Gajian masih lama, Maaakk...gombalnya ntar aja 😁😁). Kami mengawali biduk rumah tangga dengan seadanya. Dia yang mengurus semuanya, aku kebagian bapernya. Hahaha. Ya memang begitu sih ya. 

Perempuan tercipta istimewa untuk menyimpan goresan-goresan luka sepanjang hidupnya. Sebagian termaafkan, sebagian terkubur dalam, sebagian menjadi trauma. 

Itulah bedanya dengan laki-laki, Mz.

Jadi kalo hari ini aku baper, ya itu cuman baper saja. Tak ada yang berubah dari sikap dan keputusanku serta kesepakatan bersama hanya gara-gara kebaperan ini.  

Mungkin aku hanya perlu diajak traveling, shopping, atau ke salon. 

*catatan 13 tahun pernikahan, yang kami sering lupa tanggalnya itu

Selasa, 07 Agustus 2018

Jogging di Area Jogging Track Sorowako

Sorowako.

Kata orang daerah ini semacam sekeping surga yang jatuh ke bumi. Hmm..kalo gitu aku adalah salah satu bidadarinya dong. Eh.. Lhooo, kamu ya ndak usah protes dulu. Aku tuh biasa nulis yang ada fiksi-fiksinya gitu, jadi mohon jangan terlalu percaya begitu saja. Sabar dulu....

Lagian mana ada bidadari jogging di sepanjang jogging track, ye kan? 

Jadi jogging track itu terbentang dari depan Bandara Sorowako ke area perumahan Salonsa, di tepian pantai kupu-kupu. Saat pagi dan sore biasanya ramai orang yang lagi berjogging ria di sepanjang jalur itu.

Disuguhi pemandangan pegunungan yang hijau, juga deretan perumahan yang tertata tapi, sepertinya rasa bosan dan lelah enggan mendekat.

Dari depan bandara, pegunungan Verbeek terpampang nyata, juga sebagian area penambangan nikel di kejauhan. Lalu melewati perkantoran GFS PT Vale, yang tepat di sisi jogging track depannya tersedia peralatan gym sekedarnya. Lumayan lah yaaa...

Terus lanjut melewati nursery PT Vale yang full hijau-hijauan itu. Di dalamnya ya ada nursery, sekelompok rusa, dan Mining Park. Ada beberapa kendaraan/truk tambang yang guede guede yang bisa dikunjungi dan dinaiki tentunya.

Selanjutnya melewati lapangan golf. Trus bumi perkemahan, sebelum sampai di portal Pontada. Di Bumper ini biasa ada beberapa sapi nongkrong. Main catur. Ya enggak laaahh... Jelas mereka sedang mencari makan.


Dari depan bumper mulai terlihat portal Pontada. Di sebelah pos sekuriti portal itu ada kennel anjing K9 yang ada tulisannya caution dilarang mendekat. Haeee, kalian yang bernama caution ingat ini yaaa... 😂😂
Dan setiap anjing K9 itu menyalak, bikin aku rada bergidik. 

Mengingatkanku akan sesuatu.
Sesuatu yang....nggg...nganu, sik nganu yang apa ya?
Belum sempat mengingat-ingat, tiba-tiba kakiku menginjak sesuatu yang lengket dan lembek. 

Duuhh, pas kulihat kok...ya rada menjijikkan.

Naaahh, sampe sini kamu boleh protes. Mana ada bidadari nginjak tahi sapi?
Kan begitu.



Kamis, 02 Agustus 2018

Dear Aku Dewe

Dear aku dewe,

Entah kenapa ingatanku melayang ke kejadian 20-an tahun silam. Saat aku kelas satu SMA itu. Waktu itu jam sekolah.  Aku berada di lokasi yang rame dengan anak-anak sekolah, menunggu angkutan berikutnya. Di depan terminal Lasem. 

Tiba-tiba aku melihat sekelompok anak laki-laki. Hampir semuanya kukenal sehingga aku tidak berpikir buruk sedikit pun. Mereka mendekat sambil tertawa-tawa. Aku diam saja karena tidak hendak juga berurusan pada mereka. Tanpa diduga salah satu anak laki-laki mendekatiku dan mencubit kedua pipiku keras-keras. Kejadian itu sangat cepat, dan aku tidak berada pada posisi untuk bisa melawan atau menghindar.
Sambil tertawa-tawa mereka pergi dengan tergesa. 

Aku shocked tanpa mampu berbuat apa-apa. Aku mengenali pelaku, juga  dua tiga orang dalam rombongannya.
Salah satunya sangat aku kenal. But he did nothing! Entah. Mungkin dia terlalu pengecut untuk sekedar membela dan melindungi kawan perempuannya. Atau dia justru mendukung pelecehan itu. 
Bagaimana bisa kalian lakukan hal memalukan ini? Bagaimana bisa...

Dear aku dewe,

Kuingat aku pulang ke rumah dengan perasaan yang kacau balau. Tanpa tahu harus mengadu pada siapa. Malu. Hanya tangisan yang kutumpahkan sejadi-jadinya. Hingga besoknya aku agak takut untuk bertemu dunia. Takut, dan merasa ....kotor. 

Rasa marah, sakit, sedih, kecewa, malu yang jadi satu adalah trauma yang sulit sekali beranjak dari pikiran. Bahkan butuh waktu lama untuk sekedar melupakan rasa sakit di pipi. Belum rasa sakit di hati dan perasaan. Tapi sejak itu aku belajar mengenali orang. Juga belajar untuk memilih milih kawan.

Bahkan untuk kawan perempuan. Berapa banyak kutemui, sesama perempuan bahkan tidak bisa sekedar bersimpati pada kaumnya sendiri. Kadang malah terkesan menyalahkan korban pelecehan. Bagaimana bisa, terbuat dari apakah hati kalian? Apakah satu persamaan sebagai perempuan tidak cukup untuk bisa merasakan rasa sakit akibat dilecehkan?

Dear aku dewe,

Kini rasa dan ingatan tentang itu sudah beranjak pergi.
Kudengar dari kabar berembus, pelaku itu (bahkan aku enggan sekali menyebut namanya) hidup memprihatinkan dari balik jeruji. 

Pelaku pelecehan, akan cenderung berulang. Dan yang jelas sikap melecehkan yang sudah berurat akar itu sulit sekali hilang. Bahkan akan terus berulang. Dan berulang. Sayang sekali. Tidak peduli pada kondisi dan situasi. 

Dear aku dewe,

Entah aku punya kekuatan apa menuliskan ini. Setidaknya aku berbagi kisah ini. Bagi yang memandang aku lebay atau mendramatisir kejadian, percayalah tak ada perempuan yang tidak ingin diperlakukan baik dan hormat. Jangankan fisik, pelecehan verbal pun bisa menyakitkanmu, bukan? Dan semoga kalian bisa sedikit bersimpati pada korban-korban pelecehan dan yang sedang me-recovery mental akibat trauma pelecehan.
Trauma itu berat, kawan.