Selasa, 08 April 2014

Oh, Ternyata Obat TB Gratis



Setelah dinyatakan sebagai penderita Tuberkulosis, maka untuk beberapa bulan ke depan aku harus rutin meminum OAT (Obat Anti Tuberkulosis). Kombinasi antara INH (isoniazid), rifampisin, etambuthol dan pyrazinamide. Bukan terlalu masalah jika aku harus mengkonsumsi obat-obatan beberapa macam setiap hari. Tapi yang menjadi masalah adalah setiap hari aku harus menghadapi kenyataan bahwa warna pipis menjadi semerah darah. Hihihihihi… bukan pilem horror, tapi memang begitulah, efek obat.

Berhubung ketidaktahuan dan keterbatasan informasi yang kudapatkan, resep obat tuberkulosis/TB dari dokter kutebus dengan harga mahal. Padahal aku membelinya di apotek yang terkenal dengan harga yang paling murah di kota Bogor. Memang sih, obat yang diresepkan jenis obat bermerk. Kalau tidak salah ingat, Rimactazid. Belakangan aku baru tahu bahwa obat TB itu gratis, bisa didapatkan di puskesmas dan klinik kampus. Oh maemunaaaahh… hihihi, nggak gaul nih yee.

Aku ingat untuk menebus resep pertama kubayar pakai sisa uang bulanan dan tabungan yang nggak seberapa. Ah, waktu itu kartu ASKES punyaku nggak laku, dan ketika kuurus malah dipingpong ke sana kemari. Dan aku bukan dari keluarga berlebih (mau bilang kismin kok kurang pantas hehehe) yang uang segitu terasa ringan. Sekitar 200-300 ribu untuk sekali tebus, untuk pemakaian sebulan. Sedangkan uang bulananku saja paling 200 ribuan. Hmmm…terkadang memang kita harus melewati masa-masa pahit sebelum masa-masa setelahnya berasa jauh lebih manis. Terkadang kita harus mengalami masa sakit sebelum masa sehat terasa begitu nikmatnya. Dan terkadang kita harus melewati masa patah hati sebelum cinta itu berasa indahnya. Ihhhiiiiirrrr…..

Entah kenapa aku terlambat mengetahui bahwa obat TB itu bisa gratis di klinik kampus dan puskesmas terdekat. Ketika bulan terakhir aku konsultasi ke klinik kampus, aku sempat ditegur dokternya. Intinya sih, kenapa aku nggak konfirmasi dulu ke klinik kampus, sebelum menjalani pengobatan TB, kan obat TB gratis di situ.

Ya sudahlah, tapi aku nggak menyesal, karena aku bisa berkenalan dengan dokter yang baik hati, yang menggratiskan biaya konsul sekaligus juga memberi motivasi-motivasi. Sehingga masa-masa pengobatan TB yang kujalani terasa banyak hikmahnya.

Dan alhamdulillah melewati sebulan masa pengobatan aku dinyatakan lolos beasiswa ETOS Dompet Dhuafa dengan nilai subsidi 250 ribu per bulan selama setahun. Pertolongan Allah begitu dekat. Aku pun meyakinkan orang tua untuk tidak usah memberi uang saku tambahan. Biarlah uang beasiswa yang dikorbankan hihihihi.

Ah,serasa nostalgia ketika tahun kemarin aku harus menghadapi kenyataan bahwa anakku menderita limfadenitis TB. Benjolan di leher yang kukira biasa ternyata oleh dokter yang memeriksa harus ditindaklanjuti. Rontgen, tes darah dan tes FNAB. Kesimpulannya sih harus terapi OAT selama 6 bulan. Syukurlah meskipun konsultasi dan biaya obat tidak kami dapatkan gratis di puskesmas atau rumah sakit, tapi aku masih bisa mengandalkan asuransi kesehatan dari kantor suami. Alhamdulillah,ujung-ujungnya gratis.

Tapi lain halnya dengan tetanggaku di kampung, yang anaknya lebih dulu mendapatkan diagnosa  dan pengobatan OAT. Dia mengeluhkan biaya obat yang menurutnya lumayan mahal. Kubilang saat itu harusnya sih obat TB bisa gratis di puskesmas atau rumah sakit pemerintah terdekat. Tapi entahlah, mungkin keterbatasan informasi, keruwetan birokrasi, atau sebab lainnya.

Obat TB memang gratis, saudara! Kalau nggak percaya coba tanya Pak Presiden atau wakil rakyat kita di DPR. Atau di pusat-pusat informasi kesehatan. Googling aja.. Nah, yang jadi pertanyaan sebenarnya kenapa hari gini masih ada yang tidak tahu kalau obat TB itu gratis?

Mungkin, penyebaran informasi masih kurang merata, terutama di daerah-daerah yang akses rumah sakit/puskesmas masih sangat terbatas. Coba seandainya sosialisasi informasi penyakit tuberkulosis dan pengobatannya yang gratis itu bisa dilakukan gencar seperti gencarnya kampanye caleg. Ahahahaa…Pasang poster, pembagian brosur, penyuluhan di sekolah atau balai desa, kampanye di media-media sosial,  dan iklan di televisi. Mungkin perlu juga perekrutan relawan-relawan penyuluh TB di daerah-daerah yang masih banyak ditemui kasus TB. Selain memberikan pengetahuan tentang TB ke masyarakat, juga bisa jadi upaya memutus rantai penyebaran TB secara preventif (pencegahan) dan kuratif (pengobatan).

Yang kedua, menurutku, perlunya distribusi dan ketersediaan OAT di rumah sakit pemerintah dan puskesmas yang terpantau baik. Lha iya lah, udah digembar-gemborkan gratis tapi kalau stok obat kosong, jadinya sami mawon tetep saja beli. Lalu, jangan sampai ada penyalahgunaan obat gratis, jangan sampai ada oknum yang memanfaatkan ketidaktahuan masyarakat. Bisa masuk delik aduan ke KPK nih. Hehehe..

Yang berikutnya, pentingnya kepedulian kita semua terhadap penyakit TB. Jangan segan berobat ke dokter jika ditemui gejala-gejala penyakit TB. Jangan minder jika kena penyakit TB. Jangan putus semangat untuk terapi OAT. Percayalah, TB bisa disembuhkan. 


>>>>>>>>>>>>>>>>>> 
  
Tulisan untuk serial #1 di sini

6 komentar:

Anonim mengatakan...

tau keno TB juga tho mak? aku yo ho'oh ki. tur obate larang. ra ngerti nek ono sing gratis -___-!

Ketepelkukuk mengatakan...

ada kasus terkadang dokter juga tidak tegas menyarankan obat gratis, pengalamanku hehe. Harusnya gratis bro, wih jaman aku kuliah lumayan je menguras kantong #halaaahhh

Hendry eriawan mengatakan...

Saya udh hampir 2 bln batuk berdarah dok.. dulu saya jg pernah muntah darah.. sy brobat ke puskesmas .. mkan obat 6 bln... stlh hmpir 2 thn kambuh lagi dok .. sya minta solusi ny dok ..

Hendry eriawan mengatakan...

Saran saya dokter jg harus tegas menangani pasien tbc.. sya ke puskesmas padahal mereka sudah tau.. sakit saya berulang (muntah darah) kambuh.. tapi kenapa mereka meminta kembali hasil rongen yg baru... padaha sbelum ny mereka meminta tes dahak beserta darah yg baru keluar dari mulut saya.. .. di situ kan sdh ketahuan bahwa sya pasien kambuhan.. itu solusi ny gmn dok..

Hendry eriawan mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.
Hendry eriawan mengatakan...

Saya udh hampir 2 bln batuk berdarah dok.. dulu saya jg pernah muntah darah.. sy brobat ke puskesmas .. mkan obat 6 bln... stlh hmpir 2 thn kambuh lagi dok .. sya minta solusi ny dok ..