Kamis, 30 Januari 2014

Yuk Kip Smail (Senyum dan Keramahan)



Inilah balada sebagian orang baru. Saya sering mengalaminya. Perasaan takut tidak diterima, takut salah, bingung mau bagaimana, dan lain lain. Pernahkah Anda?

Kemaren sore, waktu  bermain sepeda sama anak-anak di jalanan, dari arah kiri ada mobil lewat. Mobil bak terbuka warna merah ada tulisannya "PATROLI" bergerak pelan, lalu saya lihat dari kaca mobil yg terbuka orang berkacamata gelap melempar sandal..eh senyum ke saya.

Kamis, 16 Januari 2014

Yang Nggak Banget....

Terdengar suara seperti anak balita yang menangis bersahut-sahutan dari arah samping.
Buru-buru saya gundah dan bertanya-tanya dalam hati, “Widiwww..anak siapa seh yang nangis?”
Tapi tangisan tidak berhenti, malah menjadi-jadi.
Lalu mulut saya pun mulai ngomel. 

Rabu, 15 Januari 2014

Small Town in the Middle of Jungle


Sebenernya sih small village. Tapi bener kok, kota atau desa kecil ini –Sorowako atau Soroako- dikelilingi hutan, dan danau tentunya. Kami tinggal di perumahan Old Camp, yang mana sebagian rumah kosong tidak terawat. Tapi sebagian besar sisanya terisi dan terawat baik.

Perumahan ini tidak seperti perumahan di kota-kota pada umumnya.

Halamannya luas, jarak ke rumah sekitar juga lumayan. Jadi mau bengok-bengok mungkin tidak terlalu mengganggu tetangga. Di sekeliling rumah, entah di depan, samping atau belakang tumbuh pohon buah yang sudah besar-besar. Kebanyakan mangga, sisanya rambutan, kersen, nangka, kelengkeng, belimbing, alpukat, sukun.  Biasanya kita bebas mau ngambil buahnya terutama yang berada di pinggir-pinggir “hutan”, di sekitar rumah kosong, atau di area umum.
Saya juga pernah kok, hehehe ngambil belimbing wuluh yang lebat buahnya di pinggir jalan. Juga buah rambutan. Mangga apalagi. Di depan rumah kami hampir setiap hari ada aja orang mungut buah yang terjatuh atau bahkan ngambil dari pohonnya.

Kemaren pernah dengar kalau ada monyet di area “hutan”, area pepohonan yang lebat dan rimbun. Saya terkesiap (halaaahh), secara di belakang rumah ada sepetak “hutan”. Tadi waktu mau nunggu anak pulang sekolah di halte bus dekat rumah, dari kejauhan saya lihat hewan merangkak. :p Kirain kucing,..eh anjing. Ehh..lho kok jalannya kadang sambil berdiri. Laaahh monyet ternyata. Nggak cuma satu, tapi serombongan  dari kecil sampe besar. Saya perhatikan sekeliling ternyata sepi, hanya ada pekerja yang memperbaiki atap halte, itu pun lagi istirahat (tidur maksudnya)

Sebagai narsis wannabe dan fotografer amatiran, saya buru-buru pulang ngambil kamera. Pas mau motret looohhh kok monyetnya kabur. Etapi, ada tuh di dahan nangka di belakang rumah orang. Sebagian bergerombol di bawah.

Nggak berapa lama, pindah juga mereka ke halaman rumah. Haddeehh, ternyata saingan handal dalam nyari buah-buahan kita yak? Perasaan kemaren kami udah mengakui
bahwa mencari kersen itu harus bersaing dengan burung kecil nan mini.

Kok malah ngomongin monyet sih, ntar jadi ghibah lho… Padahal ada teman monyet juga sekitar sini. Saya? Bukaaaaaannnn!! Itu lhoo, burung maleo,burung elang, ayam hutan, burung ekor merah yang mirip cendrawasih dll. Pernah ngeliat burung maleo di pinggir jalan, bengong bengong gimanaaaaa gitu. Hehehehe. Tiap pagi dan sore rame suara burung bercericit.

Naaahh, kami juga jadi ngerti kenapa rumah-rumah dibikin model panggung. Semua jendela dan teras rumah ditutup dengan kawat kasa rangkap dua, bolak balik..(eh kayak potokopian dunk). Ya gitu deeehh..bentuknya. Kami tinggal di rumah kayu, kira-kira semester tingginya dari permukaan tanah. Rumah tradisional dengan interior yang menurut saya lumayan modern. Seumur-umur saya baru pakai kompor listrik plus microwave di sini. Mesin cuci gede, plus dryer. AC empat biji. Air panas tinggal ngucurin. Padahal mah, biasanya saya nggodok banyu dulu kalo mau air anget buat mandi. Nggak kebayang kalo di sini nggak pake heater. Airnya dingiiiiiiinn, apalagi di waktu malam dan pagi hari. Alhamdulillah, nggak beli sih…semua fasilitas dapat minjem.

Jalanan di sini…agak sepi memang tapi banyak rambu-rambu. Belum pernah nemu lampu merah, cuma ada plang STOP di persimpangan jalan. Tanda belok, dilarang belok, batas kecepatan maksimal dll. Jalanan muter-muter berblok-blok yang awalnya cukup membuat lieur, lama-lama jadi track jalan-jalan yang asik.

Halte ada di mana-mana, dan jangan harap bisa nyegat bis sekolah atau bis karyawan di sembarang tempat. Anak-anak sekolah terbiasa teratur di jam-jam tertentu menunggu di halte-halte bus. Pun turunnya di halte juga. 

Khusus untuk bus sekolah anak TK, ada guru yang berada di dalam bis untuk mengawasi dan mengatur anak-anak. Tau kan kalo anak kecil seringnya bingung harus turun di halte mana. Hehe

Untuk anak SD bus menurunkan mereka di “terminal” depan area sekolah. Yang nggak naik bus, juga berhenti di situ. Jangan harap bisa antar anak sekolah sampe masuk ke halaman sekolah tanpa dicegat satapam hehe. Kemudian mereka akan berjalan melewati jalan setapak, mengantri untuk masuk gerbang sekolah melalui pintu kecil. Di situ udah ada beberapa guru piket untuk menyambut kedatangan mereka. Satu persatu bersalaman dan mencium tangan guru lalu mereka menuju kelas masing-masing.

Pulangnya, guru kelas akan membariskan mereka menuju tempat naik bis yang ada di dalam area sekolah. Mereka tidak dibiarkan berlarian berdesak-desakan naik bis. Bahaya tau. Nanti guru yang akan mengarahkan mereka harus naik bus yang mana. Kan ada beberapa jurusan ke beberapa perumahan yang berbeda. Di dalam bus juga nggak boleh berdiri, harus berbagi tempat duduk pada temannya, begitu kata anak saya.

Yup, bener kan suasana kota dan desa menjadi satu di sini, di Sorowako. Meskipun kami berteman dengan alam “liar” dan suasana hutan, kami juga berteman dengan modernitas dan keteraturan.