Rabu, 28 Maret 2012

Seribu Lima Ratus

Seribu lima ratus itu selisih antara enam ribu dan empat ribu lima ratus.
6000 - 4500 = 1500
Yaitu selisih harga BBM baru (rencananya) dan harga lama.

Mahal?
Iya, jelas. Buat orang yang pendapatannya pas-pasan dan harus mengeluarkan uang ekstra untuk ngisi tanki bensin motornya.

Senin, 26 Maret 2012

Cerpen: Kasih Ibu


Matanya perlahan membuka. Lalu berkerjap beberapa kali sebelum memandangi wajah perempuan di sisinya. Wajahnya yang pias tidak menyembunyikan paras cantiknya. Tubuhnya terbujur berselimut warna coklat muda. Selang infus masih tertanam di pergelangan tangan kirinya.
Dengan suara lemah dia berucap, “Aku lapar, Nek.”
Perempuan yang duduk di kursi itu beranjak. Kemudian mengambilkan  nampan berisi makanan. Dibantunya gadis cantik itu duduk.
“Makanlah..” ujarnya sambil memberinya sesuap bubur.
“Dari tadi Nenek menungguku di sini. Mana ibu?” tanya gadis itu sambil mengunyah.
Perempuan yang dipanggil Nenek itu terdiam. Tersirat gundah di wajahnya yang mulai berkeriput. Tangannya terus menyuapi.
“Nenek kan menyuruhku pergi mengambil kain yang tertinggal di pasar? Tapi waktu pulang sekolah sepedaku tertabrak motor. Maaf ya, Nek. Mungkin kainnya sudah hilang sekarang, tidak jadi diambil.” Wajahnya tersenyum lugu.
Perempuan itu tertunduk. Matanya berkaca-kaca.

Nggak Nyangka euy..

Nama saya masuk sebagai salah satu penyumbang naskah buku Antologi Komedi Cinta 3, kerjasama Blogfam dan Penerbit Gradien Mediatama. Bener-bener nggak nyangka, karena baru pertama kali nulis nulis cerpen  ala gokil-gokilan dan dilombakan. Dan alhamdulillah, cerpen saya lolos saringan.
Padahal awalnya nggak pede, sekedar mencoba dan berpartisisapi eh berpartisipipi.. halaah pokoknya gitu deeeh. Saking nggak pedenya saya bahkan meminta salah satu temen saya untuk membaca draft cerpen itu. Lalu saya paksa untuk memberikan saran dan masukan, hehhee. Alhamdulillah, lolos juga. Berasa pengen joged indiaaaa...saking hebohnya.
Mudah-mudahan buku ini bisa segera diterbitkan oleh Gradien Mediatama dan diedarkan di toko-toko buku.

Pemirsa bisa cekidot di link berikut http://blogfam.com/?p=97

Sabtu, 24 Maret 2012

Kembali

bercumbu dengan malam yang lamban
sunyi  terasa kian nyeri
nafas jiwa belum berhenti
debasnya bergemuruh
tapi hampa

malam tersenyum kecut
tertancap di dadaku
kuingat mati
kuingat tanah
tempat aku pulang nanti

malam yang diam
detik yang muram
menghitung tiap episode kelam
di sisi jendela ini
angin menyekap
dalam kesadaranku
sendu

Tuhanku
kutatap langit-Mu yang mencucur rindu
aku ingin kembali
dalam lembar berganti
sebelum menutup
terakhir kali

-mh, 1210

FiksiMini : Maling


Seorang perempuan berbicara dengan polisi. Kebingungan. Orang-orang berkerumun. Riuh.
"Hei, apa yang hilang?” tanyaku.
Tidak ada yang tahu. Kuraba jam bermerek mahal di saku celana. Aku bernapas lega. Tapi tak lama, karena kulihat sandal jepitku yang tersangkut di jendela.

Jumat, 23 Maret 2012

Logat yang Berbeda


Bhinneka Tunggal Ika, berbeda-beda tetapi tetap satu jua
Satu Indonesia, satu bahasa..
Tetapi jangan lupa perhatikan logat dan cara berbahasa.

Hehehe, minggu pertama saya tinggal di Tana Luwu, saya cuma plonga-plongo ketika di pasar. Kenapa coba? Nggak ngerti alias nggak mudeng. Padahal yang saya ajak ngomong juga  pake bahasa Indonesia (konon kabarnya). Tapi logat daerahnya yang begitu kental membuat saya ndomblong  kayak tulup dikethek, eh kethek ditulup.

Trus mengalami lagi kejadian yang lebih dramatis. Waktu saya melahirkan anak pertama di rumah sakit. Wah, yang ini sampai bikin trauma. Hehehe nggak lebay kok, tapi siapa sih yang nggak sakit hati dan desperate ketika ‘dimarahi’ bidan hanya gara-gara salah melakukan instruksinya? Terus terang saya waktu itu nggak ngerti dia bilang apa.  
Kalo bidan bilang “berkuat” artinya adalah mengejan. Itu saya sudah tahu. Tapi siapa yang menduga saat-saat puncak rasa sakit melahirkan, saya blank. Hilang semua bahasa dan logat yang sudah saya adaptasi berbulan-bulan. Sekali lagi mirip kayak tulup dikethek, bahkan lebih parah lagi. Udah ditulup, dimaki-maki. Seingat saya, waktu itu ada dua bidan.yang satu 'marah-marah' dan ngomel. Yang satunya keliatan lebih sabar. Ketika mereka sudah mulai putus asa memberi arahan pada saya, untunglah ada bidan satu lagi yang datang membantu. Orang keturunan Jawa. Lalu saya diberi arahan dengan lemah lembut, sesekali menggunakan bahasa Jawa. Dimotivasi, dibesarkan hatinya. Sangat membantu sekali pemirsa, seperti dahaga ketemu segayung air. Ya Allah, memang benar ya, kadang-kadang kita ditakdirkan bertemu dengan orang yang sepertinya ‘salah’, sebelum bertemu orang yang ‘benar’.Saya tidak menyalahkan logat berbahasa. Hanya menyesalkan salah paham dan omelan yang bikin saya down saat itu. Dan menyisakan trauma meski sudah berlalu. Halaaaaah... :D

Ini sekaligus menjadi pelajaran, siapa saja  yang merantau, melahirkan tanpa didampingi orang tua/mertua harap melatih fisik dan mental jauh lebih matang. Trauma itu juga perih, Jenderal. Hingga akhirnya untuk kelahiran anak kedua saya, dari awal saya nggak berminat sama sekali untuk menginjakkan kaki ke rumah sakit itu lagi. Walaupun dalam teori peluang, bisa jadi kita bertemu dengan bidan-bidan yang lain, yang lebih baik dalam hal melayani pasien. Toh akhirnya, saya lebih memilih rumah sakit swasta khusus ibu dan anak, yang menurut saya secara umum jauh lebih baik pelayanannya..

Saya pun masih ingat ‘pesan’ yang saya ucapkan pada bidan yang membantu persalinan kedua saya.
“Mbak, tolong jangan marahi saya. Kalo saya salah, dikasih tau saja, jangan marahi saya.”
Reaksi bidan cuma ketawa bingung. Memang agak wagu sebenernya, tapi saya ingin menghilangkan trauma, memastikan semua baik-baik saja, sehingga mental saya pun nggak menciut di saat-saat pertaruhan hidup dan mati. :D Alhamdulillah, mbak bidannya nggak sedikit pun marah. Padahal masih muda, tapi jauh lebih sabar. Nah ini juga salah satu bukti bahwa usia tidak relevan dengan kesabaran. Hehehehe, ternyata banyak pelajaran di kehidupan ini ya?

Seiring waktu saya belajar, memahami dan menerapkan logat bahasa. Biar sama-sama mengerti ketika berkomunikasi.
Hmm.. kalo diingat-ingat kira-kira inilah dialog yang terjadi dulu ketika saya mati gaya di pasar.
“Berapa, Bu?” tanya saya sambil pasang tampang sok manis.
“Lima sa'bu ji.”jawabnya. Lima sa'bu=lima ribu.
Siji, loro, telu, papat, limo, enem, pitu, wolu, sanga, sepuluh
Hiji, dua, tilu, opat, lima, genep, tujuh, delapan, salapan, sapuluh
Messa', dua, tallu, ampa', lima,anang, pitu, karua, kasera, sampuloh. 
Pandangannya sedikit cuek. Ah, kalo mau jujur buat saya wong Jowo awalnya agak terganggu, berbicara tanpa basa-basi dan keramahtamahan.
“Nggak kurang?”
“Iye’.”
Nah, ini jawaban “iye” bukan berarti berarti “iya, boleh kok ditawar” tapi lebih tepat ditafsirkan “Memang, nggak boleh ditawar.”
“Empat ribu ya?”
“Lima ribu ji,  na sudah pas mi itu. Tena bisa kuran lagi bah.”
Oya, logat sini agak mengaburkan akhiran "n", "m", dengan "ng". Begitu juga sebaliknya. Jadi jangan heran ada orang ngomong, "Makang ikang bakar di sampin kebung punya bujangang ganten yang suka naik mobil kijan." :D
“Iya, deh.”
“Jadi mi ki ambil?”
Harusnya, pada saat itu saya menjawab “iye’.” Secara lebih sopan dibanding kata “iya”. Meskipun kata “iya” masih jauh lebih sopan dibanding “iyo”.

Itulah, logat bahasa. Mudeng jalaran soko kulino. Terbiasa mendengarkan dan jangan sungkan belajar. Learning by doing too…

Kamis, 22 Maret 2012

Anre to Luwu



Yang artinya, Mak? Itu bahasa Bugis, artinya makanan dari Luwu.
Saya mencoba nulis tentang makanan karena beberapa alasan. Yang pertama saya suka makan. Yang kedua waktu nulis ini saya lagi pengen makan. Dan  yang ketiga adalah memenuhi request teman jadul saya  Mas Anjas putune MbahTjokro (kalo saya putu buyute Mbah Hartodimedjan, ningrat Jogja  yang mukim di Klaten  :D)  Lazim menyebut dirinya Fanikovsky,  konon katanya terinspirasi nama seorang komposer Tchaikovsky (jarene lhooo, mbuh bener mbuh oraaa xixixixi). Dapat dikunjungi di http://fanikovsky.posterous.com

Begini ceritanya pemirsaaa..
Bertahun-tahun saya tinggal di Luwu,  Sulawesi Selatan.  Lidah saya yang notabene Jawa tulen sudah lumayan beradaptasi dengan beberapa jenis makanan khas orang sini.

Rabu, 21 Maret 2012

Kenapa Menulis?


Ini adalah pertanyaan sekaligus jawaban dari saya.  
Kenapa saya menulis? Karena saya suka. Titik.
Seandainya menulis bisa dijadiin pacar, saya bahkan mau menjadikannya kekasih dari dulu, sejak jaman masih unyu-unyu.

Kesukaan saya menulis diawali dari hobi membaca. Duluuuuu, waktu saya masih SD (jadoel amat) bertumpuk-tumpuk buku bisa saya habiskan. Bukan dimakan lhoo pemirsaaa, tapi dibaca. Saya bisa menghabiskan waktu berjam-jam membaca buku. Bahkan saat makan.  Sehingga saking lamanya saya makan, saya perlu perpanjangan waktu setelah diperingatkan ibu saya. Dan itu adalah buku-buku perpustakaan sekolah, bukan komik atau majalah. Kebanyakan buku tentang kumpulan cerita anak, seri pengetahuan, apa dan mengapa, tokoh dan penemu, novel anak, dan lain-lain.

Menulis pertama kali waktu SD, saya lupa tentang apa, pokoknya dilombakan. Alhamdulillah, nggak dapat juara. Lalu waktu SMP ikut-ikutan nulis puisi buat lomba meeting sekolah. Dapet lah juara dua, lumayan dikasih hadiah, meski nggak seberapa.

Kupu-kupu Tak Bertuan




Aku kehilangan
kupu-kupu tak bertuan
yang mengepak dari matamu
mengapa dia begitu cemas
pada kuntum yang sempat disinggahi
Sungguh, aku bertanya
pada bintang yang pernah ada di kelopak mata kita
tentang kuntum yang mengering di musim tandus
tentang daun yang jatuh berserak
tentang pokok yang rebah
tentang akar yang tercerabut dari tanah!

Kupu-kupu tak bertuan
entah kemana jauhnya dia terbang
Aku mencari
tak pernah jua kutemukan
mungkin aku sudah lelah
mungkin dia menjadi liar
dan selalu memberiku teriakan
: pecundang!

-mh,0312


Selasa, 20 Maret 2012

Profesi Ibu RT



RT bukan retweet, reply tweet, rukun tetangga, roda tiga, atau roti tjap gombal mukiyo.Tapi RT adalah rumah tangga. Jadi ibu RT yang saya maksud di sini adalah ibu rumah tangga.Pertama kali saya mengakui secara de facto dan de jure status saya sebagai ibu RT adalah pada saat memeriksakan kehamilan yang pertama di Puskesmas terdekat. Sebagai warga Negara yang baik, sekalian daftar buat Posyandu. :D
Biasa lah ibu Bidan  bertanya-tanya untuk mengisikan formulir dan buku KIA (Kesehatan Ibu dan Anak).

“Pendidikannya, Mbak?”

“S1.” Agak ragu saya menjawab, karena takut diragukan keabsahannya. Ribet kan kalo yang nanya minta saya menunjukkan fotokopi ijasah.

“Pekerjaaan?”

“Ee..anu..Ibu rumah tangga.” Hahaha plong rasanya. Yes, ibu RT.

Dan.. setelah itu, setiap kali orang kelurahan menyambangi rumah untuk mendata warganya, saya pun tak ragu-ragu lagi menjawab pertanyaaan tentang pekerjaan saya dengan jawaban “ibu rumah tangga”.

Sabtu, 17 Maret 2012

Puisi Anti Galau

Sketsa

Aku adalah buih
ombak pantai putih
angin buritan menerjang
remuk aku di punggung karang


Aku hanyalah debu
hinggap di tepian perahu
datanglah badai padaku
jadikan aku sebagai deru!

 -muhimmah

#Puisi (atau apa pun namanya) ini saya tulis di buku harian sekitar sepuluh tahun yang lalu. Yah, biasalah.. menulis sesuatu untuk menyemangati diri sendiri kala diri merasa rapuh. Saat beban hidup terasa menekan sangat berat. Seperti rumus fisika, tekanan berbanding lurus dengan massa (beban) dan berbanding terbalik dengan luas permukaan. Jadi, pikir saya waktu itu beban akan terasa ringan ketika saya menyiapkan ruang hati yang luas untuk menerimanya.Lalu, mencoba mengolahnya menjadi energi untuk melompat lebih tinggi. Susah? Iya lah, siapa bilang hal itu mudah. Setidaknya saya sudah mencoba. :))

Terima kasih pada teman saya di http://ayatifadhilah.wordpress.com, yang menyimpan puisi ini bertahun-tahun lamanya. Masih utuh di selembar kertas berupa tulisan tangan lengkap dengan tanda tangan saya. Xixixixii, ternyata saya mengidap narsis sejak lama. :p Dulu sih namanya puisi anti-cemen, hahaha. Kalo sekarang, biar lebih mutakhir namanya puisi anti-galau. 

Semoga bermanfaat buat yang membaca, apapun yang terjadi, keep strong...
Bukankah angin dan ombak di laut membuat karang semakin kokoh?
dan... seperti kata PADI, tetaplah menjadi bintang di langit. Tak selalu nampak, tapi selalu ada dan tetap bersinar.


note: ngefans banget sama [lagu] PADI euuyyy... :D

Jumat, 16 Maret 2012

Batik Lasem, Kebanggaan dan Nostalgia

Biasanya kalau ada orang bertanya tentang asal usul saya, maka saya akan menjawab bahwasanya saya ini orang Lasem. Bukan orang Rembang. Meskipun di KTP,  akte kelahiran, akte nikah dan lain-lain tertulis dengan jelas bahwa tempat kelahiran saya adalah Rembang. Tanya kenapa? Bukankah Lasem itu masuk wilayah kabupaten Rembang? Bukannya saya malu dengan kota Rembang. Sama sekali bukan itu. Saya hanya ingin menghayati sisi ke-Lasem-an saya (halaaah). Lasem bagi saya lebih berasa nostalgia. 

Lasem bukan sekedar kota kecamatan tempat saya lahir dan dibesarkan. Tapi Lasem menyimpan banyak nostalgia masa kecil hingga saya remaja. Dari kisah anak kecil yang merengek minta boneka sampai edisi nangis bombay patah hati gara-gara cinta pertama. Sejak saya menikmati dolanan dakon (congklak) sambil menunggui mbah-mbah yang lagi membatik, sampai saya diharuskan memakai seragam batik tiap hari Jumat di sekolah.

Saat-saat menyenangkan bisa bermain di gudang penyimpanan garam, main pasir di pantai, juga mencari buah kersen. Makan latoh (sejenis rumput laut), jajanan pertolo (semacam putu mayang), dan sayur mrico iwak manyung. Sekarang, ketika saya sudah berkeluarga, dan tinggal jauh dari kota kelahiran, kadang-kadang saya rindu dengan suasana Lasem. Rindu jalur Pantura yang gersang dengan aroma khas tahi kuda. Rindu dengan nuansa laut yang sarat bau anyir ikan kering dan terasi. Rindu dengan peradaban-peradaban yang sedikit  banyak mempengaruhi pola pikir saya.

Lasem. Ada yang menyebutnya sebagai Tiongkok Kecil. Yups, memang benar. Di beberapa  sudut kota Lasem tampak seperti kota Pecinan. Klenteng-klenteng tua, dan pagar-pagar tembok yang tinggi menutupi rumah khas orang Cina. Dan semua itu bersinergi dengan kebudayaan Islam dan kebudayaan Hindu peninggalan Majapahit. Di Lasem kita pun  mudah menemui  tempat-tempat yang religius dengan bangunan-bangunan pesantren dan madrasah. Ada keramaian di bulan Ramadhan dan lebaran,  ada juga keramaian perayaan Cap Go Meh. Jaman saya kecil dulu sering diajak nonton pertunjukan wayang potehi di halaman klenteng. Padahal saat itu telinga saya pun sangat akrab dengan pertunjukan wayang kulit semalam suntuk dari radio tetangga sebelah. Ketika musim perayaan karnaval sering dipertontonkan atraksi  barongan (mirip reog), sekaligus juga liyong-liyong  (barongsai). Unik kan? Nah, kalo Anda penasaran dengan kota Lasem, dan belum sempat ke sana, tidak usah galau. Toh anda bisa melihat eksotisme kota Lasem dari  batik Lasem yang sudah diperjualbelikan secara luas. Di pameran-pameran batik Indonesia atau di online-online shop terpercaya.

Mungkin belum banyak yang tahu tentang batik Lasem yang merupakan salah satu khasanah kebudayaan batik Indonesia. Batik Lasem memiliki ciri khas yang membedakannya dengan batik daerah lain. Ada  corak tiga negeri yang memiliki tiga warna khas, yaitu merah, biru dan coklat. Konon warna merah dibuat di Lasem. Warna biru di Pekalongan, dan warna cokelat di Yogya-Solo.Warna merah memang sangat mencolok pada batik Lasem. Biasanya disebut warna getih pitik (darah ayam) sebagai nuansa perpaduan budaya Cina dan Jawa.  Motif yang popular adalah burung hong, sejenis burung merak yang berasal dari legenda mitologi Cina. Ada juga yang bermotif pohon bambu, watu pecah, serta latohan (latoh). Kadang-kadang juga djumpai corak dengan hiasan alphabet Cina, naga, atau ikan koi.

Ada banyak tempat pembuatan batik di Lasem yaang dikelola warga pribumi Jawa maupun warga keturunan Cina. Mereka juga mengembangkan corak batik modern, tapi tetap menonjolkan ciri khas Lasem. Kualitas kain dan corak batik pun diproduksi beragam.  Jadi buat para pecinta  batik, masih kurang rasanya kalau tidak berburu batik Lasem. Meskipun saya awam tentang dunia batik membatik, tapi saya bisa memastikan bahwa batik Lasem tidak kalah dengan batik Indonesia yang lain.  

Menilik batik Lasem, kita seperti melihat refleksi kota Lasem yang klasik, dari jaman kuda gigit besi sampai jaman Lamborghini. Kita bisa menengok sejarah masyarakat Lasem. Seperti motif watu pecah yang menceritakan penolakan kerja paksa pembuatan jalan Daendels.  Juga motif-motif campuran simbol Cina-Jawa yang menggambarkan pembauran budaya etnis pribumi dan Tionghoa sejak berabad-abad lalu. Jadi, kalau sekarang kita pusing dengan perbedaan, apa nggak malu? Toh masyarakat jaman dulu lebih kreatif menyikapi perbedaan.

Menulis tentang batik Lasem, seperti halnya memakainya. Selalu membuat saya bangga dan bernostalgia. 


Disertakan pada lomba Blog Entry bertema Batik Indonesia kerja sama Blogfam dan www.batikindonesia.com

NB. Sekalian yang punya blog numpang nampang..Foto tahun 2011.

Sabtu, 10 Maret 2012

Celoteh Anak


Ternyata celoteh anak-anak itu lucu. Lebih lucu daripada lawakan di tipi. Lucu sekaligus juga cerdas. Menunjukkan bahwa mereka belajar menyampaikan suatu maksud. Belajar mengamati dan menarik kesimpulan. Juga belajar menerapkan kosa kata baru dalam percakapannya.
Ini adalah beberapa kelucuan yang pernah saya dengar.
  •  Anak saya 2,5 tahun menjelaskan donlot (download) sebagai kopi (copy). :D
  •         “Bu, adik lebay nggak?”
        “Nggak. Emang lebay apaan sih?”   
        “Lebay itu nangis laaah”   
        Xxixixixiii, saia jadi merasa paling nggak  gaul sedunia deh.
  •             Si sulung (5,5 tahun) waktu mengomentari pilem, “Biasanya itu jahat-jahat dulu, trus lama-lama jadi teman semua. Di pororo  kan begitu.” :D berarti dia belajar menyimpulkan pesan dari sebuah pilem (kartun).
  • ·         “Ini rambutku mau dibikin begini aja aah, biar ky sapi.”
          “Sapi??”
          “Masa nggak tau sapi, itu lhoo yang main bola di Pelita.”
          “Oooo..safee.” hahahaha
  • "Ibu tau angkasa luar?"
          "Hmm..tau nggak ya?" Saya memancing penjelasannya.
         "Angkasa luar itu tempatnya planet-planet, bintang, bulan, meteor. Nanti kalo dah besar aku mau ke sana naik roket." Good!
  •            Kalo lagi berselisih paham dengan adiknya,
          “Adik masih kecil.”
           Yang dibilang kecil nggak mau kalah, “Adik masih besar, kakak yang masih kecil.”
           “Adik masih bayi.”
           “Kakak yang bayi.”
           “Adik masih dalam perutnya ibu.”
           “Kakak masih dalam perutnya bapak.”
            ????? hahahaha
  •    Belum lagi istilah “masih besar” yang sering mereka ucapkan sebagai penyangkalan atas tuduhan “masih kecil” :P
  • obrolan sebelum tidur
         "Kalo dah besar nanti kakak mau jadi pemain bola. Adik mau jadi apa? Dokter?"
        "Nggak aaah, adik mau jadi barcelona saja."
  • "Ini hari apa, ya?"
         "Selasa." jawab saya. Singkat.
        "Kok pinter masakny cuma di hari Selasa."
        "??????"
        
Ya begitulah, sebagai ibu rumah tangga saya sangat senang untuk tidak melewatkan setiap momen kelucuan mereka. Hehehe kan beda melihat/mendengar sendiri dengan mendengar dari orang lain. Yang lebih membuat lucu adalah ekspresi dan intonasi kata-katanya. Polos.
Dan setiap kali saya tertawa dengan kelucuan mereka, nggak lupa saya sisipkan seuntai doa di dalam hati, semoga kami mampu menjaga amanah yang dititipkan ini sebaik-baiknya, mendidik mereka, sehingga mereka tumbuh menjadi anak-anak shalih, dan muslim yang kuat. Menjadi cahaya mata kami, untuk sekarang, esok dan selamanya.. Amiin.




Kamis, 08 Maret 2012

Nama Daerah


Bertahun-tahun saya tinggal di daerah Sulawesi, lidah saya pun beradaptasi dengan budaya di sini. Bukan makanan yang saya maksud, meskipun terus terang saja lidah saya juga senang hati berkenalan dengan masakan khas di sini. Satu hal yang dulu bikin saya agak kesulitan adalah nama-nama daerah yang kurang lazim menurut lidah saya. Lidah saya kan lidah jawa, biasa dengan logat medok dan pelafalan Jawa yang njawani. :D

Nah, dulu saat tahun pertama di sini saya dibingungkan dengan Sidrap.

Mengenang Seorang Kawan


Kepergianmu mengingatkan aku
pada jalan pulang
Melintas bayang narasi kemarin hari
Jejak-jejak yang masih basah
Menyimpan duka
Gerimis pagi. Mengurai sisa-sisa air mata

Kawan, entah kita bertemu kapan
meski selalu ada jalan pulang
mengakhiri musim penantian
   
(2001)

Rabu, 07 Maret 2012

Mengasuh Kaca Mata

Bertahun-tahun saya pake kacamata, sejak kelas 4 SD, tapi baru kali ini saya ngerti dan mau mengasuh  kacamata  dengan baik dan benar. Setidaknya peningkatan dari sebelum-sebelumnya. Ini tidak terlepas dari jasa mas google yang sudah mencarikan jawaban untuk pertanyaan saya.

Dan bisa saya simpulkan dari pengalaman dan beberapa tips yang pernah saya baca sbb:

1. jangan pernah ngasih kacamata kepada anak yang berusia di bawah dua tahun. Pengalaman membuktikan kacamata saya pernah dibanting sampai pecah berkeping. Dan pernah juga di patahin frame-nya tanpa diduga :D Kalo udah pecah/patah, terpaksa ganti baru. Nggak seperti bikin gemblong, proses ganti kaca mata baru perlu waktu lebih lama. Kadang bisa sampe seminggu atau dua minggu. Nah, di masa menunggu itu rasanya berjalan tapi ngambang (halaaah). Apalagi mata saya udah kategori parah rusaknya, jadi tanpa kaca mata nggak pede sama sekali untuk keluar rumah :p
Bukan karena penampilan, sueeer itu lebih karena saya hampir nggak bisa membedakan mana orang dan mana bayangan. Hihihiihii. Lagipula kalo seandainya saya berjalan lalu menginjak sesuatu yang samar tapi berbau tajam, nggak lucu kan?

2. hati-hati dan jangan sembarangan menyimpan kaca mata. Usahakan selalu menyimpan di dalam kotaknya. Menyimpan sembarangan selain susah untuk mencarinya, dikhawatirkan kaca mata bisa mengalami hal-hal yang tidak diinginkan. Terutama untuk menghindari KTKM (kekerasan terhadap kaca mata).

3. ngelap lensa yang bener, pake lap khusus kacamata. Jangan sekali-kali pake kain pel, lap gombal dan semacamnya. Waktu saya sekolah dulu punya kebiasaan menggunakan ujung lengan baju teman saya. :D Selain kurang steril, hal ini bisa memicu fitnah. Ada apa antara saya dan teman saya? Meskipun saya nggak bermaksud apa-apa selain numpang ngelap bentar.. Tapi siapa yang tahu kalo saya punya kebiasaan aneh begitu?

4. sebelum dilap tuangkan sedikit air  di lensa untuk mengalirkan debu dan kotoran. Debu dan kotoran berpotensi menyebabkan goresan pada lensa. Ingat, air bersih ya.. bukan bekas cucian sepatu.

5. jangan dicuci sembarangan, kalo kena keringat dan terasa berminyak cukup dibasuh air plus sabun mandi dikiiiiit aja, digosok pake tangan.  Harap menghindari sikat+spon cuci piring. :D

6. sayangi kaca mata. Kan belinya pake uang, nggak pake daun. Selalu teringat saat tanpa kaca mata, hidup ini galau rasanya.. hihihii, dari kepala pusing, krisis pede, sampe kadar kekerenan yang merosot drastis. Halaaah..


Ini memang bukan tips dari ahlinya, karena saya hanya pemakai kaca mata.

 Tapi setidaknya saya berbagi pengalaman..Iya toh?


Selasa, 06 Maret 2012

Ayakan Gajah

Ada yang inget tebakan "ayakan gajah"? Sueerr.. ini adalah tebakan paling ngawur yang pernah saya dengar. Pertama kali mendengarnya duluuuuuuuuuuu (dah lama banget sih, jadi 'u'nya panjang), saya ketawa sampe sakit perut.
Begini tebakannya (seingat saya):

"Ada banyak gajah, gimana cara misahin yang besar dan kecil dengan cepat?"
Jawabannya: diayak
(ini jawaban ngawur yang belum seberapa)

"Orang apa yang paling kuat?"
Jawabannya: orang yang ngayak gajah
(percayalah, sama halnya kebohongan, sekali ngawur pantang untuk mundur. Ngawur wannabe, dan terus saja ngawuuurrr..hahhaa)

"Pabrik apa yang paling besar?"
Jawabannya: pabrik ayakan gajah
(huahahaha, lama-lama saya bisa ikutan ngawur)

"Sarung apa yang paling lebar?"
Jawabannya : sarung cap Gajah Diayak

"Toko apa yang paling langka?"
Jawabannya: toko yang menyediakan peralatan dan perlengkapan ngayak gajah


Jadi saya menyimpulkan bahwa orang yang paling gokil dan ngawur salah satunya adalah yang bikin tebakan ayakan gajah. Orang ngawur, belum tentu bodoh. Justru tampak lebih kreatip dengan ngawur wannabe-nya.
Dan.. coba jawab tebakan saya.
"Gajah apa yang kurang kerjaan?"
Yaaa jawabannya adalah gajah yang mau diayak.

Aya-aya wae..




Sabtu, 03 Maret 2012

Teletubbies


Siapa yang nggak kenal teletubbies? Hari giniii… :D
Buat yang belum kenal, yuk kenalan dulu. Teletubbies adalah makhluk (entah dari spesies apa) warna-warni, yang konon katanya lucu. Warna ungu namanya Tinky Winky. Warna hijau namanya Dipsy. Yang kuning Lala, trus yang merah namanya Poo. Bukan hanya warna yang membedakannya, tapi juga bentuk antena yang ada di kepala mereka. 

“Di atas bukit yang jauh..teletubbies bermain-main..”

Yang bikin heran saya, kok mainnya jauh amat yak! Emaknya mana, kok nggak nyariin. :p
Aneh. Atau anggap saja lucu, toh banyak anak yang suka nonton itu termasuk anak-anak saya.
Teletubbies kalo ngomong diulang-ulang. Lebay? Entahlaaaahh.. :D

“Aa..ooo… aa..ooo… aaaaa….oooooooooooo!” Hallo, maksudnya. Sambil bergaya dengan khas. Hihihihi anak saya yang kecil suka menirukannya. Melompat, berlari-lari, berhitung..apa saja. Ya itu, dengan gaya dan intonasi berulang-ulang. Kadang-kadaang sambil lari memutar-mutar, bolak-balik. Pusing? Entahlaaahhh… :D

Mereka juga hobi berpelukan.
Berpelukaaaaaaaaannnn.” Hihihihihii..
“Lagi..lagi…lagiiiii.”
“Berpelukaaaaaaaaaaaaaaaaaannnnn.” Hihihii (halaaaaah)

Ada wajah bayi di matahari yang bersinar cerah. Ketawanya khas dan bayi banget. Ngomong-ngomong ada yang tahu nggak, itu bayi siapa? :D
Teletubbies juga suka makan pudding tubbie. Ada yang tahu resep bikinnya? Atau belinya dimana? Anak saya pernah meminta pudding tubbie sama seperti yang dimakan Poo. Hahahaha.. masih untung nggak minta vacuum cleaner seperti Lulu, yang bisa diajak bermain. Tapi Lulu nakal, kata Lala.
Lulu nakal…lulu nakal..lulu nakal.”
“Zzzz..zzzzz….zzzzzz.” begitu saja jawaban Lulu. 

Bagaimanapun, anak-anak suka menontonnya. Yupss, kelak jika anak-anak saya udah pada besar, mereka pasti akan lebih mengenal Teletubbies, lebih dari yang sekarang mereka pahami. Toh, teletubbies juga bakal segitu-segitu saja. Masih berempat, gak berubah. Kelincinya belum ganti generasi. Matahari, rumah, teleskop, bola, tas, skuter.. Kecuali, ada Teletubbies versi baru. :D

“Saatnya tubbie berpisah…saaatnya tubbie berpisah..saatnya tubbie berpisah.”
“Oooohh, tidaaaakkkk..” sahut teletubbies itu.

Hmmm…

Kamis, 01 Maret 2012

Merenung Sejenak (Fokus dan Bijak)



Lagi seneng dengerin lagu Glenn Fredly, itu lho yang “Januari”, “Sedih Tak Berujung”, “Sekali Ini Saja”, sama apa lagi ya.. kayaknya itu lagu pas Glenn lagi galau tingkat tinggi kali, ya.. hehehehe kegalauan yang luar biasa sehingga bisa mewujud dalam lagu yang melloowww abisss. Dan menjadi lagu hits andalan kala itu, terutama buat yang lagi galau ‘gue banget daaah’. :D Padahal diliat dari judulnya udah agak sedikit lebay, ya iya lah mana ada sih sedih yang tak berujung? Itu hanya ungkapan galau sesaat, akibat rasa melankolis yang tinggi. Yaah, maklum sajalah orang galau itu gampang terbawa perasaan. Hayooo ngaku! :p

Lagu itu mengingatkan ketika saya patah hati (*plaakkk!!) dulu.