Minggu, 24 April 2016

Hujan versus Jalanan

Dua tahun lebih saya tinggal di Luwu Timur, propinsi Sulawesi Selatan. Menengok KTP di dompet, saya tercacat sebagai penduduk Sukabumi, propinsi Jawa Barat.

Sebagai bentuk seupil kepedulian seringkali saat musim hujan seperti ini selalu saya tanyakan ke mamah mertua saat acara telpon-telponan. 'Kumaha, jalanan ka kota teh alus keneh?' Maksudnya dari rumah di Jampangkulon menuju kota Sukabumi, yang berjarak kurang lebih 90 km, dengan kondisi sebagian besar berupa jalan berkelok-kelok kanan kiri tebing.

Duluuuu pernah ngrasain jalanan itu yang goreng pisan meuni butut, sampai frustasi pala bebeb. Pernah juga, mendapati sebagian jalanan yang bagus setelah dibangun. Senang bingittt..tapi yaaa..gitu deh. Musiman. Iya, musiman. Abis bagus, kena hujan...hancur lagi.

Pertanyaan berikutnya, 'Sabaraha jam mun ka kota?'
Standarnya naik mobil bukan angkutan umum yang kejar tayang. Kalau jawabannya 3 jam, masih normal. Kalau 4 jam, banyak jalan berlubang. Lima jam, parah beud. Itu belum pertanyaan tentang korelasi kondisi jalan dengan pegelnya pinggang.

Ini masih musim hujan. Tadi malam saya telpon-telponan. Kebetulan mamah mertua baru pulang dari kota. Pertanyaan yang sama saya lontarkan.

Jawabannya?
Ah, biarlah menjadi rahasia antara kita.

Bagi Anda yang penasaran, ah...berdoa saja semoga jawabannya baik-baik saja.
Semoga hujan datangnya pelan-pelan, sehingga jalanan tidak merasa tertampar...Kalau pun menyebabkan lubang, semoga lubang itu tertutup seiring waktu berjalan, seperti jerawat yang sembuh sendiri tanpa infeksi.

Tidak ada komentar: