Rabu, 28 Maret 2012

Seribu Lima Ratus

Seribu lima ratus itu selisih antara enam ribu dan empat ribu lima ratus.
6000 - 4500 = 1500
Yaitu selisih harga BBM baru (rencananya) dan harga lama.

Mahal?
Iya, jelas. Buat orang yang pendapatannya pas-pasan dan harus mengeluarkan uang ekstra untuk ngisi tanki bensin motornya.

Memang mahal buat yang harus beli bensin setiap hari buat narik ojek, sementara anak-anaknya masih merengek minta uang saku sekolah.
Mahal, buat tukang becak. Meskipun becak nggak pake bensin, tapi harga-harga kebutuhan dapur melambung. Sementara orang-orang yang lebih berkecukupan seringnya menawar untuk membayar jasanya.
Sial betul, selisih harga seribu lima ratus buat warga miskin yang harusnya bisa menikmati subsidi silang dari para pembayar pajak. Lebih sial lagi, bermilyar-milyar uang negara dikorupsi oknum-oknum pengumpul pajak.

Sekali lagi, mahalkah seribu lima ratus itu??
Iyaaaa! Buat para ibu rumah tangga yang jatah uang tiap harinya tidak bertambah. Gimana pusingnya ngatur uang, sementara harga naik semua. Sementara ongkos anak-anak pergi sekolah pasti naik, harga cabe, tepung, minyak goreng, semuanya naik. Susah nggak susah, toh semua harus makan.
Sebagian belum tuntas trauma akibat konversi minyak tanah ke gas, sekarang harus lebih memaksakan diri lagi untuk menerima kebijakan pemerintah. Kebijakan yang belum tentu bijak. 
Pokoknya mahal.

Ah, seribu lima ratus itu murah. Dipake beli rokok sebungkus aja nggak bakalan cukup.
Murah, kalo penghasilan juga ikut naik seiring sejalan kenaikan harga-harga barang.
Murah, kalo kita nggak ikut beli bensin dan nggak ada kenaikan harga barang lainnya.
Sangat murah, kalau kita termasuk warga negara yang terus minta subsidi negara dan menikmati banyak  fasilitas yang dibayari negara (baca: rakyat).
Muraaah, apabila bisa mengambil kesempatan mengeruk untung besar dengan menimbun BBM.

Apapun itu, mungkin di mata kita seribu lima ratus selalu terlihat sama nilainya. Angka 1 dan 5 serta dua angka nol di belakangnya. Enam ribu dikurangi empat ribu lima ratus. Atau lima ratus kali tiga. Secara matematis nilainya juga sama : seribu lima ratus. Tapi kita sadar banyak hal yang membuat uang sebesar seribu lima ratus terasa berbeda di tangan kita. Kesenjangan ekonomi barangkali hanya salah satunya.   

Banyak soalan ekonomi yang  menyebabkan angka seribu lima ratus menjadi sangat rumit. Dari tingkat rumah tangga sampai kepala Negara. Dari saku lusuh para buruh sampai banggar DPR yang terhormat. Bergerak dari pasar-pasar tradisional menuju pasaran minyak dunia.  Dari sekedar  tulisan “harga barang sudah termasuk pajak”  berliku-liku jauhnya hingga menjadi subsidi rakyat. Halaaaahhh mbuh, mumet.

Rakyat semakin melongo pasca konperensi pers yang galau. Selasa kemarin banyak demo. Rata-rata sama : rada-rada anarkis. Demi membela rakyat?  Katanya sih begitu... Semoga saja memang begitu. Dan saya susah payah meyakinkan diri sendiri dan mencoba tidak berburuk sangka, di antara keluhan-keluhan dan komentar-komentar yang pesimis. Termasuk kata hati saya.
Sebagian orang tua tidak mengijinkan anaknya pergi sekolah saat demo. Sebagian mengeluh karena macet. Sebagian terganggu karena aksi pelemparan dan pembakaran. Sebagian was-was dengan isu kerusuhan. Sebagian gerah dengan sikap represif aparat.
Sebagian fasilitas umum rusak. Jalanan kotor, batu-batu dimana-mana, becek, nggak ada ojek.. :p  Untuk memulihkan seperti semula pasti butuh dana, terutama pakai APBN, alias uang rakyat yang dikumpulkan dari pajak dll. Berpikirkah sampai ke situ?

Mungkinkah demo-demo lanjutan akan digelar dengan lebih ramai?
Mungkinkah demo tidak ditunggangi kepentingan politik?
Mungkinkah yang biasanya suka demo, tiba-tiba menghilang dari jagad perdemoan, hanya karena sudah diikat dengan deal politik?
Entahlaaaaah...

Semoga kita bisa berpikir lebih luas, dan bertindak lebih bijak.
Kalau pun BBM nggak jadi dinaikkan ya syukur. Meski di lain pihak, katanya pemerintah bakalan jungkir balik menalangi subsidi. Orang bijak taat pajak, dan lebih bijak lagi kalo nggak mengkorupsinya. :)
Dan sebaliknya, jika harga BBM benar-benar dinaikkan, mau tidak mau, suka tidak suka. Pilihan terakhir buat rakyat adalah legowo. Meskipun selalu nelongso..
Berbagi rejeki dengan yang membutuhkan, bukankah sangat indah?






2 komentar:

NouvaLitera mengatakan...

bersyukur deh,, kagak jadi naik,,, tp kyknya sembako gak mau turun turun

Ketepelkukuk mengatakan...

iya, sayangnya subsidi untuk pendidikan dan kesehatan masih kurang. Hehehehe, makasih dah mampir :))