Selasa, 20 Maret 2012

Profesi Ibu RT



RT bukan retweet, reply tweet, rukun tetangga, roda tiga, atau roti tjap gombal mukiyo.Tapi RT adalah rumah tangga. Jadi ibu RT yang saya maksud di sini adalah ibu rumah tangga.Pertama kali saya mengakui secara de facto dan de jure status saya sebagai ibu RT adalah pada saat memeriksakan kehamilan yang pertama di Puskesmas terdekat. Sebagai warga Negara yang baik, sekalian daftar buat Posyandu. :D
Biasa lah ibu Bidan  bertanya-tanya untuk mengisikan formulir dan buku KIA (Kesehatan Ibu dan Anak).

“Pendidikannya, Mbak?”

“S1.” Agak ragu saya menjawab, karena takut diragukan keabsahannya. Ribet kan kalo yang nanya minta saya menunjukkan fotokopi ijasah.

“Pekerjaaan?”

“Ee..anu..Ibu rumah tangga.” Hahaha plong rasanya. Yes, ibu RT.

Dan.. setelah itu, setiap kali orang kelurahan menyambangi rumah untuk mendata warganya, saya pun tak ragu-ragu lagi menjawab pertanyaaan tentang pekerjaan saya dengan jawaban “ibu rumah tangga”.

Menjadi ibu RT adalah pilihan. Bagi saya, memutuskan menjadi ibu RT atau ibu bekerja sama sulitnya. Semua pilihan ada resiko dan tanggungjawabnya. Memang sih, pada awalnya sedikit nggak pede. Apalagi status ibu RT kurang mentereng untuk dipamerkan, kurang menarik untuk diperbincangkan, dan kurang menjanjikan jenjang karir dan promosi jabatan.

What ever lah, tapi saya cukup senang dengan profesi saya. Toh, di sela-sela kesibukan yang cukup padat (halaaahh), saya masih bisa me time (istilah mutakhir jaman sekarang). Saya masih sempet nulis-nulis, nge-blog, nulis status di pesbuk, melongok twitter (sori pemirsa, untuk masalah twitter saya masih gagap).
Biar dibilang g4uL? Hahahaha entahlah..

Tapi, sekali lagi memang saya masih harus berbesar hati dengan pandangan orang kebanyakan tentang ibu RT.

Baru-baru ini saya membuka rekening di bank atas nama sendiri. Awalnya sih males, soalnya ribet. Ngisi formulir ini itu, plus tanda tangan berkali-kali. Secara saya sering lupa tanda tangan sendiri.

Ceritanya sekalian saja daftar internet banking. Nah, mbak teller yang akhirnya tahu profesi saya spontan nanya, “Trus internet bankingnya mau dipake apaan, Bu?”

Nyengir dah… Hari gini, semua tukang sayur nggak nerima uang cash. Pun begitu penjual ikan, penjual daging, dan pihak-pihak yang berkaitan dengan urusan dapur.  Semua maunya transferan. Lunas sebelum pesanan dikirim. Melayani delivery sampai dapur. Hahaha, seandainya begitu.

Mengandalkan ATM jelas nggak mungkin. Maklum bukan di kota, jadi ATM terdekat jauhnya kira-kira 11 km dari rumah. Haruskah saya menjelaskan alasan seorang ibu RT memerlukan internet banking?

Yah, begitulah sodara-sodara. Ini bukan curhat, tapi ini adalah pengalaman yang bisa saya bagi. Buat pemirsa yang statusnya sama seperti saya, barangkali punya pengalaman yang mirip dengan itu. Sabar aja kali ya, anggap aja lelucon di siang bolong. Hihihii..nggak perlu marah atau sakit hati, santai saja.
Seperti lagu Bang Haji, santaiiiiiiiiiiiiiiiii…

Tidak ada komentar: