Jumat, 21 Februari 2014

Setiap Anak..Setiap Emak…Masing-masing Punya Cerita



Kemaren sore, anak wedok (4,5 tahun) marah. Mungkin bisa disebut tantrum. Hanya gara-gara saya tegur waktu dia mainin saklar lampu. Nangis sambil lari, nggak mau dipanggil atau dipegang. Raut mukanya bener-bener beda deh sama biasanya. Ampe agak susah kayaknya dia bernapas.

Reaksi saya awalnya agak membiarkan tapi nggak lama kemudian saya peluk, meskipun dia meronta dan menghindar. Tetap saya peluk sambil membujuknya. Selang beberapa menit, dia mulai tenang. Dan setelah itu kami pun mengobrol tentang apa yang terjadi barusan.

Dalam hati saya senang berhasil melakukannya, tanpa emosi..tanpa energi terbuang sia-sia. Tapi, ada sedikit sesal dan ngilu ketika saya ingat waktu beberapa tahun lalu.
Ketika seumuran segitu, kakaknya lebih-lebih gayanya ketika tantrum. Lebih heboh, lebih sering, dan lebih menguras kesabaran. Ah, tentu masing-masing anak istimewa… Dan sayangnya saya dulu kurang ilmu. Kesabaran menghadapi anak juga masih jadi barang langka,  yah meskipun sekarang juga masih laaahhh hehehe. Lagian siapa sih emak-emak yang nggak pernah ngomel, marah, ke anaknya. Mungkin pintar-pintarnya saja kita mengendalikan.

Seringkali ketika melihat foto-foto jaman anak pertama saya masih umur 3-4 tahunan, seringkali terbersit ‘maaf’ dalam hati. Nak, emakmu dulu kok belum banyak belajar ya? Kok gampang banget stress? Ah, kalo bisa diulang masa-masa itu …

Tapi, dengan anak yang ‘aktif’ dan tingkahnya yang seringkali membuat kita jungkir balik (sedikit lebay :p)…saya belajar gimana menerapkan disiplin. Saya belajar tentang kesabaran (nggak Cuma teorinya). Gimana mengendalikan emosinya (dan emosi saya tentunya). Gimana belajar mendidik yang baik dan benar. Gimana berkomunikasi dengan suami mengenai masalah menghadapi anak-anak.
Dan, satu hal penting yang jadi pelajaran besar buat saya…
  
“Jangan sekali-kali menggunakan persepsi orang lain sebagai pijakan mendidik anak kita. Dan jangan buru-buru terpengaruh penilaian orang lain ketika menasehati  (memarahi) anak kita.”


Kita sebagai orang tua yang paling mengenal anak, bukan orang lain. Kita yang setiap hari melihatnya dari bangun tidur hingga tidur lagi, bukan orang lain. Kita yang menggendongnya, kita yang merawatnya, dan kita yang menyayanginya.

Ketika anak (balita) tantrum lalu mengucapkan kata-kata kasar yang mungkin dinilai nggak pantas…ternyata itu hanya pengaruh sesaat ketika bergaul dengan teman-temannya. Ketika dia melemparkan sesuatu, mungkin dia hanya ingin meluapkan emosinya. Ketika dia menendang, mungkin dia pikir akan membuat kondisi lebih baik.

Buat saya pribadi, lingkungan yang baik sangat mendukung anak untuk bersosalisasi, dan bersikap baik. Nah, buat emak-emak juga begitu. Mencari lingkungan yang baik dan mendukung, akan membantu kita menjadi emak yang lebih baik lagi. Bertukar pengalaman, sharing info yang bermanfaat, saling belajar, latihan sabar…

Nggak oke jika kita tinggal di sebuah tempat, lalu ketika anak-anak balita kita berbuat sesuatu dengan tingkahnya dan selanjutnya kita jadi hot topic di mana-mana. Sebagai emak, kita pasti tersinggung ketika balita kita nyenggol temannya(entah sengaja atau tidak) lalu kita didiemin dalam jangka waktu unpredictable, dan cap “nakal” distempelkan ke anak balita kita. Nggak lucu jika balita mukul temannya lalu emaknya dilabrak di tukang sayur.  Nggak banget deh…

Hehe kok saya jadi curcol begini.

Move on…move on…meskipun belum bisa move on secara fisik, setidaknya mengubah pola pikir dan kebiasaan yang kurang pas akan sangat bermanfaat. Meskipun tinggal di sekeliling orang-orang yang ‘kurang paham’, setidaknya kita bisa berdiri kokoh di atas prinsip dan tegar di atas batu karang *eaaaaa

Dan, bersyukurlah ketika lingkungan keluarga dan tetangga sangat kondusif. Bersyukurlah ketika dianugerahi anak-anak yang tidak sulit karakternya (meskipun sekali lagi saya yakin, setiap anak adalah istimewa). Bersyukurlah ketika semakin dimudahkan dalam mendidik anak.

Bersyukurlah atas semua yang kita dapatkan....

Pernah saya mengobrol dengan tetangga baru saya,  yang punya anak tiga, laki-laki semua, dan sekarang masih balita semua. (Maaf ya, mbak..takcomot dikit obrolan kita dan modifikasi seperlunya :P)

Iseng saya nanya, “Mbak pernah nggak bermasalah dengan tetangga gara-gara anak?”

Jawabannya tidak saya duga, “Pernah.” Sambil menekankan berkali-kali.

Jadilah kami mengobrol, sharing pengalaman dan bertukar cerita tentang menghadapi tingkah anak balita. Lalu ketika dia memperhatikan anak saya yang laki-laki (7,5 tahun)..dia komentar, “Anaknya kok diem mbak, bisa momong adiknya.”

Saya hanya tertawa, “Ya gitu deh, ada kalanya rukun, ada kalanya berantem, ada kalanya ribut, ada kalanya anteng…di mana-mana anak kecil kan begitu. Dulu jaman umur 3 tahunan, saya pernah gendong  dia lagi tantrum ketika main sama teman-temannya di depan rumah. Beratnya 15 kg, padahal saya baru aja 3 hari habis melahirkan. Dan butuh waktu lama menenangkan. Adiknya saya geletakin aja di kasur. Saya ngliatin dia tantrum di ruang tengah. Suami lagi kerja. Gak ada asisten pula.”

“Whattt?”

Hehehe, setiap anak…setiap emak punya cerita kan?

*buat anak-anakku…terima kasih telah mengajari bubuh banyak hal. We’re proud of you and we love you…

Tidak ada komentar: