Rabu, 05 Februari 2014

PINDAHAN (bagian 3)



Pernahkah kamu patah hati?

Nggak pernah? Masa seehh?

Hmmm…sebelas duabelas lah mirip dengan perasaaan saat kami memutuskan pindah rumah.
Nggak percaya? Gak papa sih, itu kan cuma statement saya, yang kurang ilmiah tanpa bukti dan data akurat.

Okelah..sekarang saya mau cerita sedikit pengalaman (batiniah) saya saat pindahan alias pindah rumah.

Beberapa minggu setelah kami memutuskan pindah, perasaan saya kembang kempis, nafsu makan turun naik, tapi berat badan gak mau turun-turun (lhoo…kok jadi curcol).

Seperti menunggu waktu lebaran, seperti menunggu waktu mudik… Di satu sisi saya senang, berharap, dan membuncah…(halaaaahh), dengan segala pengharapan yang baru. Tapi…di sisi lain, saya sedih.

Kenapa coba? Kamu tau nggak?


Hikksss…iya, meninggalkan rumah yang sudah bertahun-tahun itu membuat hatiku remuk redam, Kawan. Meski rumah hanya sepetak, sederhana dengan perabotan ala kadarnya…tapi menyimpan kenangan suka duka. *ambil tisuuu…

Buat apa tisu, kok nanya begitu sih? Ya elah…ini buat ngelap ingus, saya lagi pilek.

Berminggu-minggu, sedikit-demi sedikit “mengeluarkan” perabotan…diam-diam saya merenungkan dan membayangkan detil memori di setiap sudut rumah, dan perabotannya.

Sambil menyapu dan ngepel, saya inget masa-masa anak-anak saya baru lahir… Belajar tengkurep, merangkak, berjalan…lalu berlari.

Saya pandangin kompor…tempat cuci piring… Inget waktu pertama kali masak buat suami, niatnya bikin sayur bobor…jadinya malah mblobor dengan rasa full ketumbar (ketumbarnya kebanyakan). Inget susah payah bikin bandeng isi, saat baru aja selesai digoreng…eh dicolong kucing. Inget waktu kena ‘kutukan’ bolu kukus kesekian kalinya. Inget waktu saya ngidam pengen makan buah kakao (ngemeng2 ini beneran ngidam atau sekedar nggragas yak?!). Inget waktu tabung gas bocor yang awalnya dikira cuma bau ikan busuk.  Inget belajar masak dari resep ke resep..hingga saya apal banyak resep tapi nggak juntrung praktek masaknya.

Waktu di luar rumah, inget waktu nanam pohon nangka, pohon rambutan, dan bunga-bunga ala kadarnya… Ah, mungkin nanti penghuni baru akan menebangnya, kasian.

Saya yakin, kemungkinan besar  saya tak akan pernah kembali ke rumah itu lagi. Kalo pun ada kesempatan nanti  saya main ke sana, mungkin saya hanya akan pandangi dari luar. Bukan sebagai tuan eh nyonya rumah. Duh, kadang-kadang saya diam menahan tangis.

Cengeng katamu? Kan saya merenung sambil ngiris bawang di dapur…gitu.

Bahkan beberapa minggu setelah pindah pun, saya masih teringat. Kadang sedih, kadang terharu, kadang bengong, kadang gembira…yah, mungkin begitulah dinamika hidup.  

Iya laaaah saya masih optimis, Kawan. Bukankah semua itu kami lakukan untuk tahapan hidup yang lebih baik? Mudah-mudahan…amiin.

Dan saya akhirnya sadar satu hal.  Kita nggak akan tahu persis “bagaimana nanti”. Kita boleh berharap, merencanakan…tapi ada alur hidup yang mesti kita jalani.  

Dan…beberapa hari ini saya juga sadar.  Bagi anak saya,  memutuskan (ikut) pindah rumah (lagi) itu awalnya memusingkan. Sebelas dua belas dengan memutuskan apakah dia mau ikut ekstrakurikuler menggambar atau taekwondo. Butuh observasi, analisa, pertimbangan dll…hingga akhirnya dia putuskan untuk ikut TAEKWONDO.

*udah ya, tulisan sambung menyambung tentang pindah rumah. Tiga bagian dah cukup deh, kasian yang baca :p Bukannya mau syuting mpok? Hahaha...bukaaaaann! Saya mau rapi-rapiin rumah dulu, noh kardus-kardus tjap Asian tigers masih numpuk di ruang tamu. :D


Tidak ada komentar: