Pernahkah kamu patah hati?
Nggak pernah? Masa seehh?
Hmmm…sebelas duabelas lah mirip dengan perasaaan saat kami memutuskan pindah rumah.
Nggak percaya? Gak papa sih, itu kan cuma statement saya,
yang kurang ilmiah tanpa bukti dan data akurat.
Okelah..sekarang saya mau cerita sedikit pengalaman
(batiniah) saya saat pindahan alias pindah rumah.
Beberapa minggu setelah kami memutuskan pindah, perasaan
saya kembang kempis, nafsu makan turun naik, tapi berat badan gak mau
turun-turun (lhoo…kok jadi curcol).
Seperti menunggu waktu lebaran, seperti menunggu waktu mudik…
Di satu sisi saya senang, berharap, dan membuncah…(halaaaahh), dengan segala
pengharapan yang baru. Tapi…di sisi lain, saya sedih.
Kenapa coba? Kamu tau nggak?
Hikksss…iya, meninggalkan rumah yang sudah bertahun-tahun
itu membuat hatiku remuk redam, Kawan. Meski rumah hanya sepetak, sederhana
dengan perabotan ala kadarnya…tapi menyimpan kenangan suka duka. *ambil tisuuu…
Buat apa tisu, kok nanya begitu sih? Ya elah…ini buat ngelap
ingus, saya lagi pilek.
Berminggu-minggu, sedikit-demi sedikit “mengeluarkan”
perabotan…diam-diam saya merenungkan dan membayangkan detil memori di setiap
sudut rumah, dan perabotannya.
Sambil menyapu dan ngepel, saya inget masa-masa anak-anak
saya baru lahir… Belajar tengkurep, merangkak, berjalan…lalu berlari.
Saya pandangin kompor…tempat cuci piring… Inget waktu
pertama kali masak buat suami, niatnya bikin sayur bobor…jadinya malah mblobor
dengan rasa full ketumbar (ketumbarnya kebanyakan). Inget susah payah bikin
bandeng isi, saat baru aja selesai digoreng…eh dicolong kucing. Inget waktu
kena ‘kutukan’ bolu kukus kesekian kalinya. Inget waktu saya ngidam pengen
makan buah kakao (ngemeng2 ini beneran ngidam atau sekedar nggragas yak?!). Inget
waktu tabung gas bocor yang awalnya dikira cuma bau ikan busuk. Inget belajar masak dari resep ke
resep..hingga saya apal banyak resep tapi nggak juntrung praktek masaknya.
Waktu di luar rumah, inget waktu nanam pohon nangka, pohon rambutan, dan
bunga-bunga ala kadarnya… Ah, mungkin nanti penghuni baru akan menebangnya,
kasian.
Saya yakin, kemungkinan besar saya tak akan pernah kembali ke rumah itu
lagi. Kalo pun ada kesempatan nanti saya
main ke sana, mungkin saya hanya akan pandangi dari luar. Bukan sebagai tuan eh
nyonya rumah. Duh, kadang-kadang saya diam menahan tangis.
Cengeng katamu? Kan saya merenung sambil ngiris bawang di
dapur…gitu.
Bahkan beberapa minggu setelah pindah pun, saya masih teringat.
Kadang sedih, kadang terharu, kadang bengong, kadang gembira…yah, mungkin
begitulah dinamika hidup.
Iya laaaah saya masih optimis, Kawan. Bukankah semua itu
kami lakukan untuk tahapan hidup yang lebih baik? Mudah-mudahan…amiin.
Dan saya akhirnya sadar satu hal. Kita nggak akan tahu persis “bagaimana nanti”.
Kita boleh berharap, merencanakan…tapi ada alur hidup yang mesti kita jalani.
Dan…beberapa hari ini saya juga sadar. Bagi anak saya, memutuskan (ikut) pindah rumah (lagi) itu awalnya
memusingkan. Sebelas dua belas dengan memutuskan apakah dia mau ikut
ekstrakurikuler menggambar atau taekwondo. Butuh observasi, analisa,
pertimbangan dll…hingga akhirnya dia putuskan untuk ikut TAEKWONDO.
*udah ya, tulisan sambung menyambung tentang pindah rumah. Tiga
bagian dah cukup deh, kasian yang baca :p Bukannya mau syuting mpok? Hahaha...bukaaaaann!
Saya mau rapi-rapiin rumah dulu, noh kardus-kardus tjap Asian tigers masih
numpuk di ruang tamu. :D
Tidak ada komentar:
Posting Komentar