Packing.
Packing.
Dan packing.
Nggak menyadari seberapa lebaynya saya, hingga untuk packing
pun saya jadwalkan waktunya. Padahal barang nggak banyak. Bawa seperlunya.
Karena terus terang saya malah merasa nyaman dengan barang-barang seperlunya.
Nggak ribet nyimpennya. Nggak pusing makainya. Pernah saya 3 minggu, berempat,
di dapur hanya mengandalkan magic com kecil dan panci teflon kecil. Berhasil,
meskipun di hati kecil terdalam…kangen juga bikin ini itu dengan panci ini itu,
blender, mixer dll. Hahaha, sebenarnya
sih kemampuan dapur pas-pasan malah mungkin di bawah standar. :p Gaya doang. Tapi,
sudahlah..namanya juga emak-emak.
Balik lagi ke topik.
Tadinya dengan asumsi membawa barang sendiri, saya hanya akan membawa dua kardus dan satu koper.
Tadinya dengan asumsi membawa barang sendiri, saya hanya akan membawa dua kardus dan satu koper.
Kardus pertama, bekas kardus magiccom, saya isi dengan alat
masak dan makan seperlunya.
Kardus kedua, bekas kardus obat nyamuk cap kingkong, saya
isi dengan mainan anak, hairdryer, dan buku.
Koper, tentu saja berisi pakaian.
DONE.
Packing beres. Dan saya bisa mengurus yang lain, secara
waktu itu anak saya harus bolak-balik ke dokter THT untuk kontrol tonsillitis.
Beberapa hari kemudian, my sweetheart..ngasih info. Yang
bisa diterjemahkan sbb : packing barang ditanggung, maksimal bisa 10 kubik.
Maksudnya bos?
“Iya, siapin barang-barang yang mau dibawa. Maksimal 10
kubik.”
Bukan, saya nggak ngerti 10 kubik itu berapa. Gimana
ngitungnya.
Hahahaha LOL, di saat realita dan perlu aplikasi matematika
saya malah blank. Entah, mungkin ini pengaruh euphoria pindahan. Halaaaahhh..
“Satu kubik sebanding dengan volume hasil perkalian panjang satu meter, lebar satu meter dan tinggi satu meter.”
Nah, looo…kalo 10 kubik banyak amat ya.
Mulailah saya bergerilya, mencari barang-barang yang mau
dibawa.
Pertama adalah mainan anak dan buku-buku mereka. Secara saya
ingin sedikit menghibur mereka bahwa kepentingan mereka tetap diperhatikan.
Bagaimana pun waktu saya kecil dulu, apabila dipisahkan dengan mainan merasa
sedih dan kecewa. Yaaah, meskipun pada akhirnya waktu yang akan mengobati
kesedihan dan kekecewaan. Dengan kebahagiaan dan kesenangan yang berbeda dengan
yang didapatkan sebelumnya.
Kedua, alat masak tentunya. Tapi saya bingung mau bawa apa.
Secara waktu dulu pindahan dari Palopo sebagian besar peralatan tempur di dapur
entah kemana, hehe ditinggal begitu saja. Beruntung ibu mertua berbaik hati
menyumbangkan seperangkat alat masak (halaaahh bahasane), yang menurut saya
lumayan. Bukan karena nggak kebeli sama saya, tapi karena saya emang nggak
beli. Saya masih berpikiran, kalo pake wajan biasa aja bisa ngapain beli double
pan made in korea? Kalo pake panci biasa masih oke, ngapain menuh-menuhin dapur
dengan panci segala rupa yang diklaim serba guna? Itulah saya, praktis dan
irit. Hahaha gimana nggak irit, lha kalo belanja barang selalu pegang prinsip
utama : cari harga murah. Kalo perlu
yang diskonan. :p
Ketiga, apa ya lupa. Hihihi…sepeda dua biji, pianika, raket,
vacuum cleaner, skuter anak-anak dua lembar. Dan baju-baju yang masih tersisa
di lemari. Waaahhh banyak. Ngepaknya juga lumayan cape dan rieut. Tau rieut
kan? Itu lohh campuran antara pusing dan muter :D
Tiba-tiba hape bunyi, “Udah diitung belum paketan barang?”
Oh, iya sebagai seksi bisang pengepakan, saya pan mesti
laporan ke bos.
Sekumpulan paket barang
saya jajarkan… Panjang sekian, lebar
sekian, tinggi sekian. Ngukurnya pake meteran buat ngukur kain ituh. Hahaha
payah ini, bisa teori matematika tapi kurang di aplikasinya..yag beginih.
“Kok nggak sampe dua kubik? Emang sedikit barang kita ya?”
Hihihihi kok si papah baru sadar sih kalo barang-barang kita
cuma segitu.
Hmmm…gimana kalo kita bawa meja, kursi, lemari, dll? Waduh,
itu pan punya mertua. Hahaha…masa
diangkutin dengan teganya.
Ya udahlah, emang barang kita segitu kok. Tambah motor revo kesayangan saya, jadi
kurang lebih 4 kubik. Oya saya kepikiran bawa beras sekarung. :D Lumayan lho,
kami di kampung nggak pernah beli beras secara juragan beras eh..bukan ding…hahaha. Cuman punya setok beras di gudang berkarung-karung.
Jadilah sekitar 70 liter beras kami masukkan ke karung. Lumayan buat makan 1-2 bulan, nggak usah beli.
Beras mahal bo’..
Nggak bawa kompor? Kasur? Kursi? Lemari? Trus gimana dong….
Tenaaaang, di tempat baru kami milih perumahan fasilitas
perusahaan yang sudah standar. Udah ada isinya, nggak pusing lagi mikirin beli
kulkas, AC atau kompor. Tinggal pake.. Standarnya lumayah di atas rata-rata (dan di
atas standar kehidupan saya sebelum-sebelumnya). Halaman luas, adem, dan nyaman. Buat anak-anak bermain mereka pasti senang, karena biasanya mereka butuh area luas untuk 'upyek' (terjemahannya : kesana kemari, sibuk ini itu, dll)
Oh, gituu.. Alhamdulillah. Buat saya yang –sekali lagi- agak
enggan bela beli, tuka tuku, segala macem perabotan, peralatan dan tetek bengek
perlengkapan rumah..saya sangat bersyukur. Ndak pusing. Ndak bingung lagi
jikalau kami harus pindahan lagi. Ndak usah mikirin jual barang perabotan ini
itu.
Meskipun sebenarnya masih ada pilihan kami bisa mengontrak
atau mencicil sepetak rumah. Dengan beberapa keuntungan dan keberatan (saya
nggak bilang kerugian, lho).
Prinsip saya, selagi ada, it’s okelah kita manfaatkan hasil
jerih payah. Nikmati rejeki kita. Sebagian
uang memang harus ditabung/diinvestasikan untuk masa depan. Karena kita juga
nggak tau akan seperti apa ke depannya. Tapi bukan berarti kita hidup selalu
diirit-irit. Hemat memang pangkal kaya. Tapi kategori ‘hemat’ tiap keluarga pasti
berbeda. Daaaan tolok ukur kebahagiaan orang itu juga beda-beda lhoo.
Bagi saya, menyenangkan diri sendiri nggak harus dengan
membeli barang ini itu. Meskipun bisa terlihat gaya dan mengangkat status sosial
(haissssh), tapi menurut saya membeli barang-barang yang kurang perlu itu malah
jadi beban. Memutuskan beli sepotong
talenan eh tablet android saja saya butuh waktu berbulan-bulan memutuskan jadi
beli atau kagak. Mengingat dan menimbang udah ada satu laptop setengah jadul
(dr tahun 2006), plus dua netbuk yang masih sering saya pake.
Apalagi beli hape
baru. Pusing saya, hihihi lebay. Makanya saya masih bertahan di hape jadul…selama masih bisa dan masih sesuai kebutuhan. Kenapa tidak? Meski ditawari si bos
berkali-kali untuk beli baru, laaahhh die aje kagak ganti-ganti kok gimana sih :D Malah pernah dalam hati saya berharap, gimana kalo nih hp rusak aja jadi nggak pusing memutuskan untuk beli (hihihi, maapkeun nya
bos). Kebanting-banting dan jatuh berkali-kali saya ndak marah, malah
bersyukur. Tapi kok nggak rusak seeeeehhh….?! Hahahahaha
Back to topic yaah. Bagi saya travelling, mengunjungi orang
tua dan sanak saudara, menikmati fasilitas, nggak bayar tagihan listrik dan air
itu juga membahagiakan. Berbagi rejeki dengan yang lain itu juga
menyenangkan lhoo…
Meski istilahnya kita buang-buang duit untuk sesuatu yang
kita lakukan, dan hasilnya nggak
keliatan..tapi hikmah dan ‘sesuatu’ yang nggak nampak itu luar biasa. Misalnya,
kita susah payah mengunjungi orang tua, “membuang” rupiah demi tiket, mengelap
peluh dan keringat sepanjang perjalanan yang melelahkan (haayyyaaahh :p),
menyisihkan waktu luang (yang mungkin saja bisa menghasilkan rupiah kalo saya
pake buat hal lain :p) ….TAPI semua itu ada hasilnya meski nggak keliatan. Banyak
berkahnya, mudah-mudahan. Asal ikhlas toh?
Ah, ..nggak tau deh saya cerita panjang lebar ini intinya
apa. Karena saya memang seneng bercerita :D
Ya sudahlah,…mudah-mudahan ada manfaatnya. Terutama buat
saya sendiri, karena bercerita/menulis adalah kesenangan saya, teman di kala
nggak ada orang di rumah. Huuuhuuu nunggu yang kerja dan yang sekolah pulang ke
rumah.
*eh, tulisan ini masih bersambung lhooo. Mumpung lagi mood nulis, mumpung ada ide..dan mumpung saya saya lagi vakum syuting hahahaha (bo'ong kalo yg ini mah)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar