Senin, 20 Agustus 2018

Perempuan Emang Baper

Hari ini aku mulai dengan baper. Sangat.
Bukan tentang kamu, atau cah kae. Atau cah kono sing omahe sebelah kene. 

Bukan. Ini tentang aku dewe.

Aku teringat sesuatu yang hampir aku lupakan rasanya, tapi tiba-tiba teringat lagi. Harusnya aku sudah lupakan, atau setidaknya jangan pernah ingat kembali. Tapi yaa kadang ada pemicu yang seperti sekop menggali-gali apa yang sudah terkubur dalam.

Aku pernah di suatu masa memilih untuk resign dari sebuah pekerjaan yang aku impikan sejak lama. Yang aku idamkan dengan sangat. Pekerjaan atau kalo boleh dibilang karir, yang baru aku rintis di awalnya. Resign begitu saja. 
Itu terjadi sesaat setelah menikah. Suatu keputusan yang kuambil sendiri dengan sadar tanpa paksaan. Dan mungkin saat itu tidak terpikirkan olehku semua konsekuensi dan hal-hal yang menjadi resikonya setelah itu. 

Ini tentang aku dewe. Emak-emak yang tidak punya pekerjaan atau karir, alias pengangguran. Aku yang dulu pernah dan sering di-underestimate orang hanya karena pengangguran. Yang dulu sering ambyar atine saat mendapati ternyata wanita karir lebih dipandang secara sosial dan ekonomi, juga dengan derajat permakluman yang tinggi. Yang sering merasa nganu kalo orang membanding-bandingkan aku dengan si anu dan anu yang nampak punya pekerjaan. Aku yang sering bingung mengisi kolom "pekerjaan" di formulir segala macam. 

Ini tentang aku dewe. Bukan kamu, cah kae, atau cah kene sing omahe kono.  Aku dulu pernah minder saat bertemu kawan lama, hanya gara-gara pertanyaan, "Kamu kerja di mana?" Aku dulu juga sering baper hanya karena anggapan bahwa istri tidak bekerja hanya menghabiskan gaji suami. Seburuk itu kah?

Sekarang sih aku sudah pede. Saat kawan lama menghubungi, menanyakan kabar, serta pekerjaan sekarang aku akan me njawab santai, "Aku nggak kerja. Aku pengangguran. Kerja nggak kerja tetep minta gajian."

Kalau ada pertakonan kenapa aku nggak kerja bla bla bla, aku juga sudah punya jawaban tanpa aku harus ikut-ikutan mempertanyakan keputusan wanita tetep bekerja atau berkarir. Yaaa...itu perlu proses. Perlu pembuktian, juga konsistensi dari apa yang sudah disepakati. Butuh bertahun-tahun sampai aku bisa merenungi hidup dan makna hidup sawang sinawang, juga perjalanan hidup masing-masing orang yang tidak bisa dihajarblehkan begitu saja. Lantas aku menjadi bijak? Tidak juga. Buktinya aku masih baper, kadang-kadang.

Memang sih, keputusan tidak bekerja itu kuambil sendiri, tentu saja dengan persetujuan suami. Ah, aku merasa sempurna berada di sisinya. (Gajian masih lama, Maaakk...gombalnya ntar aja 😁😁). Kami mengawali biduk rumah tangga dengan seadanya. Dia yang mengurus semuanya, aku kebagian bapernya. Hahaha. Ya memang begitu sih ya. 

Perempuan tercipta istimewa untuk menyimpan goresan-goresan luka sepanjang hidupnya. Sebagian termaafkan, sebagian terkubur dalam, sebagian menjadi trauma. 

Itulah bedanya dengan laki-laki, Mz.

Jadi kalo hari ini aku baper, ya itu cuman baper saja. Tak ada yang berubah dari sikap dan keputusanku serta kesepakatan bersama hanya gara-gara kebaperan ini.  

Mungkin aku hanya perlu diajak traveling, shopping, atau ke salon. 

*catatan 13 tahun pernikahan, yang kami sering lupa tanggalnya itu

Tidak ada komentar: