Kamis, 02 Agustus 2018

Dear Aku Dewe

Dear aku dewe,

Entah kenapa ingatanku melayang ke kejadian 20-an tahun silam. Saat aku kelas satu SMA itu. Waktu itu jam sekolah.  Aku berada di lokasi yang rame dengan anak-anak sekolah, menunggu angkutan berikutnya. Di depan terminal Lasem. 

Tiba-tiba aku melihat sekelompok anak laki-laki. Hampir semuanya kukenal sehingga aku tidak berpikir buruk sedikit pun. Mereka mendekat sambil tertawa-tawa. Aku diam saja karena tidak hendak juga berurusan pada mereka. Tanpa diduga salah satu anak laki-laki mendekatiku dan mencubit kedua pipiku keras-keras. Kejadian itu sangat cepat, dan aku tidak berada pada posisi untuk bisa melawan atau menghindar.
Sambil tertawa-tawa mereka pergi dengan tergesa. 

Aku shocked tanpa mampu berbuat apa-apa. Aku mengenali pelaku, juga  dua tiga orang dalam rombongannya.
Salah satunya sangat aku kenal. But he did nothing! Entah. Mungkin dia terlalu pengecut untuk sekedar membela dan melindungi kawan perempuannya. Atau dia justru mendukung pelecehan itu. 
Bagaimana bisa kalian lakukan hal memalukan ini? Bagaimana bisa...

Dear aku dewe,

Kuingat aku pulang ke rumah dengan perasaan yang kacau balau. Tanpa tahu harus mengadu pada siapa. Malu. Hanya tangisan yang kutumpahkan sejadi-jadinya. Hingga besoknya aku agak takut untuk bertemu dunia. Takut, dan merasa ....kotor. 

Rasa marah, sakit, sedih, kecewa, malu yang jadi satu adalah trauma yang sulit sekali beranjak dari pikiran. Bahkan butuh waktu lama untuk sekedar melupakan rasa sakit di pipi. Belum rasa sakit di hati dan perasaan. Tapi sejak itu aku belajar mengenali orang. Juga belajar untuk memilih milih kawan.

Bahkan untuk kawan perempuan. Berapa banyak kutemui, sesama perempuan bahkan tidak bisa sekedar bersimpati pada kaumnya sendiri. Kadang malah terkesan menyalahkan korban pelecehan. Bagaimana bisa, terbuat dari apakah hati kalian? Apakah satu persamaan sebagai perempuan tidak cukup untuk bisa merasakan rasa sakit akibat dilecehkan?

Dear aku dewe,

Kini rasa dan ingatan tentang itu sudah beranjak pergi.
Kudengar dari kabar berembus, pelaku itu (bahkan aku enggan sekali menyebut namanya) hidup memprihatinkan dari balik jeruji. 

Pelaku pelecehan, akan cenderung berulang. Dan yang jelas sikap melecehkan yang sudah berurat akar itu sulit sekali hilang. Bahkan akan terus berulang. Dan berulang. Sayang sekali. Tidak peduli pada kondisi dan situasi. 

Dear aku dewe,

Entah aku punya kekuatan apa menuliskan ini. Setidaknya aku berbagi kisah ini. Bagi yang memandang aku lebay atau mendramatisir kejadian, percayalah tak ada perempuan yang tidak ingin diperlakukan baik dan hormat. Jangankan fisik, pelecehan verbal pun bisa menyakitkanmu, bukan? Dan semoga kalian bisa sedikit bersimpati pada korban-korban pelecehan dan yang sedang me-recovery mental akibat trauma pelecehan.
Trauma itu berat, kawan.

Tidak ada komentar: