Nah, yang bikin agak mumet sebenernya kebiasaan jajan si
bungsu (dulu). Waktu di PAUD dan TK sebelumnya, nggak ada aturan pasti tentang
uang saku dan jajanan. Saya setiap hari melihat anak-anak membawa beberapa
lembar uang ribuan, beli jajan segala macam. Agak nggak tega ketika anak saya
nggak saya pegangin uang, hanya saya siapkan di tasnya beberapa jajanan yang
sudah saya pilih dan belikan.
Apalagi ada beberapa emak-emak yang komentar, “Kok nggak
jajan?”
“Kok bisa ya, nggak dikasih uang jajan.”
Kadang saya jawab seperlunya, kadang saya jelaskan, dan
kadang saya hanya tanggapi dengan senyuman.
Mereka nggak tahu, saya juga mumet ketika anak saya ikut menunggu di
sekolah saat saya ngajar, duh repotnya menahan keinginannya untuk jajan
ini itu. Mengatasi segala aksi rengekannya.
Mungkin setiap keluarga memiliki cara berbeda-beda dalam mendidik anak. Kalau saya sih karena lahir dan besar di keluarga sederhana dan ibu yang mengajari kami –anak-anaknya- untuk bisa mengelola uang [saku] dengan baik. Jajanan disediakan di rumah. Dan jajanan jaman dulu nggak seheboh jaman sekarang.
Mungkin setiap keluarga memiliki cara berbeda-beda dalam mendidik anak. Kalau saya sih karena lahir dan besar di keluarga sederhana dan ibu yang mengajari kami –anak-anaknya- untuk bisa mengelola uang [saku] dengan baik. Jajanan disediakan di rumah. Dan jajanan jaman dulu nggak seheboh jaman sekarang.
Saya masih ingat, jaman SD dulu,
uang saku dipegang oleh kakak saya, sebagai komandan dan pilot project
adik-adiknya. Hahahaha. Tiap minggu dikasih uang sama ibu, lalu setiap hari
dibagikan ke adik-adiknya. Saya lupa nominalnya, tapi saya ingat tiap hari
dapat jatah 50 rupiah.
Waktu SMP, saya diberi jatah uang saku bulanan sendiri. Tiap
abis gajian, kami berkumpul untuk pambagian jatah hihihi. Kisaran sekitar 14
ribu (kalo ndak salah ingat). Itu sudah termasuk uang jajan, uang buku/LKS,
uang SPP dan iuran-iuran kelas. Akhir bulan berasa bahagia banget kalo ada
sisa, berarti saya bisa jajan yang agak mahal atau ditabung di celengan ayam.
Waktu SMA juga demikian.
Saya coba adopsi metode ibu saya ke anak-anak saya.
Hihihi..tentu dengan beberapa perubahan. Lagian, uang 50 rupiah masih bisa
dipakai kah? :p
Balik lagi ya, mbahas jajan di sekolah TK. Sekarang kegalauan
saya terobati, karena di TK baru, yaitu TK YPS Lawewu di Sorowako (boleh nyebut
merk ya?) nggak ada yang jualan jajanan. Anak TK pergi sekolah hanya memakai
seragam dan kalung tanda pengenal, tanpa tas/buku/pensil apalagi uang saku.
Setiap hari ada makanan ringan yang dikasihkan, sesuai
jadwal menu. Setiap bulan jadwal menu diberikan ke orang tua. Di lembaran
tertulis tanda tangan Kepala Sekolah TK, Bagian Gizi RS Vale, dan Koordinator
Taman Gizi.
Tertulis untuk setiap hari sekolah,awal hingga akhir bulan.
Ada pastel, martabak, barongko, sosis goreng, panada isi ikan/danging, bakwan
sayur, terang bulan, kolak, nasi kuning muffin, arem-arem, donat, lemper,
brownis, pie buah, susu, blackforest dll. Bervariasi tiap harinya.
Hanya dikenakan biaya Rp 60.000 per bulan.
Murah dan sehat bukan?
2 komentar:
hahahaha..itulah enaknya sekolah yang sekalian nyediain kudapan/makan buat siswanya. sekolahe anakku ya gitu budhe. selesai belajar jam 10, ngaji, main, makan..
enaknya adalah anak-anak jadi bisa dilatih untuk menikmati apapun menu yang disiapkan di sekolah. Meskipun kalo di rumah dimasakin yang kayak gitu yo ndak mau makan, secara bisa request.
intan (akhirnya, mampir baca-baca juga kemari :D)
iya makanya kebijakan dan aturan sekolah itu perlu, yo ra mak? Kalo nggak diatur, anak2 kecil terbiasa bawa uang dan membelanjakannya [semau mereka]...lha trus piye jal? hehehe Oya maturnuwun dah mampir.
Posting Komentar