Percaya nggak kalau lingkungan berpengaruh terhadap
kebiasaan anak? Kalau saya sih percaya, karena anak kan gampang meniru.
Keluarga, sekolah dan masayarakat termasuk lingkungan kan ya? Nah, saya mau
sharing nih tentang masalah jajan dan uang saku, terutama buat anak-anak
sekolah. Ingat, saya bukan pakarnya…saya bukan ahlinya…saya masih harus banyak
belajar. Masih ingat kan, saya ‘hanya’ pernah ngicipin rasanya jadi guru
honorer.
Jadi kita sekarang mau ngomongin gaji guru honorer gitu? Ya
nggak lah, percayalah pemirsa…jikalau bukan karena passion mengajar,
kebahagiaan berbagi ilmu, tanggung jawab mendidik anak…sepertinya menjadi guru
honorer itu berat rasanya. Gajinya nggak seberapa..eh nggak tahu ding, mungkin
di belahan bumi yang saya tidak ketahui ternyata ada guru-guru honorer digaji
menyamai guru PNS bersertifikasi.
Tadi ngomongin apa sih, kan mau ngomongin jajan. Jajan sembarangan.
See? Banyak jajanan tidak sehat beredar di sekolah. Jajanan pakai pewarna sembarangan. Jajanan yang tidak tertutup sehingga terkontaminasi debu. Jajanan yang penjualnya merokok dan nggak cuci tangan. Jajanan yang dirubung lalat. Jajanan yang penyimpanannya salah.
Yah, kalo anak sudah terbiasa dan orang tua sering mengingatkan
mungkin sedikit banyak bisa meminimalisir. Apalagi kalo ditunjang kebijakan
pihak sekolah yang berwenang. Pasti lebih jos gandoss…
Waktu anak sulung saya masih di TK, Alhamdulillah di TK nya
ada aturan tidak boleh membawa uang, dan setiap hari harus membawa bekal
makanan dan minuman. Nggak ada orang buka lapak jajanan di area sekolah. Buat
saya, yang sering galau masalah beginian, tentu bersyukur sekali. Nggak
was-was..eh, hari ini dia jajan apa ya? Tau nggak kalo yang dirubung lalat itu
kotor? Tau nggak makanan yang sudah terkontaminasi debu? Tau nggak makanan
kadaluarsa? Tau nggak makanan yang pake pewarna berlebihan? Lebih tenang, kan
dia nggak jajan, nggak bawa uang, makan bekal juga bareng-bareng diawasi
gurunya.
Tapi ketika dia masuk SD, hampir semua temannya bawa
uang saku buat jajan, dan banyak orang jualan di sekitar sekolah…hmmmm mumet
saya. Nggak mau bawa bekal makanan, karena yang lain juga nggak bawa. Meskipun
dia memang tipe pemilih kalo jajan, tetap saja kalo melihat setiap hari, masa
nggak kepengen ikutan sih? Dari yang tadinya nggak ngerti ngitung kembalian,
jadi ikut-ikutan jajan kayak temannya. Jadi saya siasati saja, karena nggak
mungkin bagi saya melarang total untuk jajan. Entahlah, ini hanya kebijakan (atau
kelonggaran) kami saja. Uang saku antara 2000-3000 rupiah per hari saya
berikan. Setiap pagi, saya ingatkan untuk tidak jajan sembarangan. Saya kasih
beberapa contoh dan kriteria :
1.
yang tidak boleh dibeli sama sekali.
2.
Yang boleh dibeli tapi seminggu sekali.
3.
Yang boleh dibeli tapi nggak tiap hari (dua atau
tiga hari sekali)
4.
Yang boleh dibeli tiap hari
Bawel? Iya lah saya emang emak bawel hihihi ya tapi mau
gimana lagi, demi kebaikan anak juga. Kadang-kadang saya ajarin cara membaca
Expired Date yang tertera di kemasan, komposisi makanan, zat aditif yang
berbahaya (pewarna kain, dll). Hehehe nggak taulah, mungkin juga sampe sekarang
dia belum ngerti betul.. Tapi
sedikit-sedikit pasti diingat kan?
Lalu saya punya trik baru karena waktu itu dia lagi
seneng-senengnya beli baju bola yang harga 20-30 ribuan. Saya bilang kumpulkan
saja uang sakunya kalo dah cukup, nanti dibelikan baju bola. Alhasil, dia pun
jadi mikir..enaknya dijajanin atau ditabungin buat beli baju bola? Hehehehe mudah-mudahan
sih dia nggak berpikir, duh emak pelit amat seh.. Tapi setiap 2 minggu dalam
rentang kurun waktu tertentu dia bisa dapatkan baju bola, kolor bola, dll.
Oya di sekolah, sewaktu ngajar di kelas, kadang-kadang saya
selipkan juga materi memilih makanan. Pernah saya suruh mereka bawa bungkus
jajanan, lalu masing-masing menulis komposisinya, cara baca ED, dll. Hehe saya
sempat shock (nggak pake pingsan) waktu mendapati kenyataan bahwa hari gini
masih ada sebagian orang di kampung yang menggunakan pemanis buatan (istilahnya
sodium) untuk menggoreng pisang, merebus ubi/jagung, bahkan lebih parah
ditambahin ke susu balita. Tetunya dengan takaran semaunya kan? Duhhh…emang
bener-bener nggak tahu atau gimana ya?
Di tempat baru, kegalauan saya tentang jajanan anak drastis berkurang.
Warung terdekat rumah kami sekitar 1 km. Hehe.. Dan di sekolah baru, sejak
mendaftar pertama kali saya nggak lupa nanyain masalah jajanan yang tersedia di
area sekolah. Hehehe bawel ya? Guru-gurunya pun menjawab, yang intinya begini,
“Anak-anak terbiasa membawa bekal dan memakannya di jam
istirahat pertama. Biasanya mereka jajan di istirahat kedua, di kantin sekolah.
Jajanan yang dijual nggak sembarangan.Uang saku cukup dua ribu.”
Alhamdulillah. Jadilah tiap hari si aa membawa bekal makan
dan minum ke sekolah. Pun bapaknya juga demikian. Tiap pagi emak sibuk
(halaaahh) di dapur buat ngisi dua kotak makan. Bukan menu yang mewah, tapi
makanan yang sehari-hari kami makan. Kadang nggak bawa nasi, hanya bakwan sayur
atau mie goreng. Aa sekarang jarang banget jajan sendiri, kadang sesekali bilang mau
jajan ini atau itu. Tapi pulangnya bilang nggak jadi beli karena dah kenyang,
atau sibuk pergi ke perpustakaan, atau karena temannya pada nggak jajan.
Yah, mudah-mudahan kebiasaan baik selalu melekat
di anak-anak kita dan terbawa sampai nanti mereka dewasa. Amiin…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar