Mengapa aku kena TB? Yang jelas ini bukan kebetulan,
bukan kutukan, bukan pula pencitraan.
Dulu, yang kutahu menderita
penyakit TB (Tuberculosis) adalah hal yang memalukan. Nggak elit. Kelihatan
kumuh. Hanya layak diderita oleh kalangan-kalangan bawah banget dan bawahnya
lagi. Duh, ternyata pemikiranku ini sangat cetek dan agak menyimpang.
Apalagi sebagai warga Negara Indonesia, yang seharusnya tahu bahwa Indonesia
termasuk negara dengan tingkat endemik TB yang masih tinggi. Semua bisa kena.
Kakak, adik, keponakan, kakek, nenek, pakde, bude, tetangga, Pak Camat, Pak
Lurah, Pak RT, Pak RW dan artis ibu kota bisa saja terjangkit penyakit ini.
Termasuk juga aku.
Menemukan bahwa diriku ternyata
mengidap penyakit TB adalah sebuah perjalanan yang spesial, penuh tantangan dan
air mata, juga cerita-cerita yang mungkin bisa kubagikan untuk teman-teman
semua.
Kilas balik di tahun 2001-2002, masa-masa yang lumayan berat bagiku. Waktu itu aku masih kuliah tahun ke-3 dan ke-4. Status masih jomblo, sementara beberapa teman sudah punya gandengan, ihiikk. Eh, bukan itu ding permasalahannya. Lagipula aku penganut paham jomblo bahagia, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, hemat, cermat dan bersahaja.
Lalu apa pasal?
Begini ceritanya…
Sore itu, dengan beberapa keluhan
kesehatan yang kurasakan selama beberapa waktu, aku mendatangi seorang dokter
di klinik swasta di Kota Bogor. Sering demam, nyeri dada, lemah, dan letih.
Dokter yang sudah sepuh itu lalu
bertanya, “Sebelumnya kamu pernah batuk sekitar dua minggu atau lebih?”
Aku ingat-ingat. Iya lah, betul. Sekitar 5 bulan sebelumnya, aku pernah batuk parah, dulu sih dibilang bronchitis, selama 2 mingguan. Sampai aku terpaksa pulang ke rumah orang tua di kampung halaman, menempuh perjalanan naik bis Pahala Kencana selama belasan jam. Dan aku pun seperti hampir pingsan ketika hendak sampai di tujuan. Duh, sedihnyaaaa…
Lalu dokter pun melanjutkan, “Ya
sudah, rontgen secepatnya yah? Nanti kita lihat hasilnya.”
Aku masih bingung. Apa
hubungannya batuk yang kemarin dulu dengan rontgen? Kan sudah sembuh? Ya sudahlah, besoknya aku bergegas
ke rumah sakit terdekat, membawa surat pengantar rontgen dari dokter.
Ketika sudah mendapat hasilnya, dan
aku terbata-bata membaca tulisan yang di lembar keterangannya, namun Pak Dokter
memberikan penjelasan panjang dan lebar, sambil menunjuk beberapa area di foto
rontgen dada/paru-paru. Ada beberapa yang dia kasih tanda dengan spidol untuk
memperjelas.
Intinya aku kena TBC atau
tuberculosis atau TB.
Berarti batuk 2-3 minggu yang pernah
kuderita mungkin saja itu gejala awal kuman TB mulai menyerang. Batuk yang
parah hingga menggigil badan.
Ketika batuk ‘sembuh’ namun
setiap hari aku masih merasakan
meriang/demam itu adalah gejala TB.
Ketika tubuhku semakin ngedrop selama
beberapa bulan itu artinya kuman TB semakin menggerogoti tubuhku.
Dan saat aktivitasku terganggu
karena fisik yang semakin lemah, itu karena aku positif kena TB.
Oh, seketika aku seperti
melayang. Ya Allah..kenapa bisa? Kata Ibuku, dulu waktu aku balita beliau tidak pernah lupa datang ke
Posyandu untuk meng-imunisasi diriku. Berat badanku pun ditimbang
selalu. Belakangan aku tahu bahwa orang yang divaksin BCG masih bisa terinfeksi
kuman TB. Namun vaksin BCG ini bisa mengurangi resiko komplikasi yang parah.
Kata dokter, kuman TB yang tadinya hidup di paru-paru bisa
terbawa peredaran darah hingga kemana-mana, contohnya ke otak. Kalau tidak
segera diobati, maka penderita [dewasa] bisa menjadi sumber penularan penyakit
TB, melalui percikan ludah, batuk, juga lewat berbicara. Selain itu jika tidak segera diobati maka
akibatnya bisa fatal. Ngeri ya?
Pak Dokter pun berkata bahwa
semakin cepat terdeteksi, semakin cepat diobati, maka semakin cepat sembuh dan
bisa memutus rantai penularan TB. Asalkan rutin dan disiplin memimum OAT (Obat
Anti Tuberkulosis). Beliau menggratiskan biaya konsultasi selama aku masih
terapi OAT. (Terima kasih, Pak. Semoga
Allah membalasnya dengan kebaikan yang berlipat ganda)
Begitu mengetahui aku kena TB dan
harus menjalani terapi obat, aku drop, kaget, dan terpukul. Belum sembuh rasa
kecewa dan sedih atas IP (Indeks Prestasi) satu koma waktu semester kelima, sekarang
aku harus menghadapi seperti ini. (Padahal
waktu semester keempat IP-ku tiga koma, hikkkss) Aku kena TB sodara-sodara!
Tuberkulosis.
Sepulang dari dokter, aku menangis seharian. Sholat sambil nangis, bukan
karena kekhusyukan, tapi karena aku sedih. Sedih banget. Duduk di depan meja
belajar aku tertunduk menangis. Di kasur sambil tiduran juga menangis. Aku
bingung bagaimana memberitahukan ini pada orang tua. Aku tidak sanggup membayangkan bagaimana perasaan mereka.
Bagaimana galaunya mereka memikirkan aku
dan penyakit TB-ku. Oh, kami kini sepaket, setidaknya untuk beberapa bulan ke
depan. Aku dan TB.
Ah, akhirnya aku tidak sanggup
memberitahukan lewat telepon. Dan aku pun memilih menulis surat. Hehehe… Kalau
lewat surat kan, kira-kira informasi sampai dalam waktu beberapa hari dan
selama itu mungkin aku bisa lebih tenang, untuk berpikir dan mengobrol dengan
orang tua.
Entah dari mana, semangat itu
perlahan muncul. Yang terutama adalah motivasi dari orang tua dan kakak. Lalu dari teman-teman terbaik di dekatku. Kukatakan pada diriku, selamat menjalani
pengobatan TB, semoga berhasil. Kutekankan berkali-kali bahwa aku bisa. Lalu
aku memulai hari-hari sebagai pasien TB untuk beberapa bulan ke depan
sebelum statusku dinyatakan sembuh total. Sungguh pengalaman yang spesial dan
mahal.
Meskipun sampai sekarang,
pertanyaan “Mengapa aku kena TB” belum terjawab jelas, tapi setidaknya menjadi
pelajaran bagiku dan mungkin bagi teman-teman semua. Waspadalah jika kita atau
orang-orang sekitar kita menderita batuk [parah] selama 2 minggu atau lebih.
Jangan diabaikan, minimal setelah sembuh harus tetap periksa ke dokter. Apalagi
jika muncul keluhan yang tidak biasa, contohnya badan terasa lemah,
nyeri dada berkepanjangan, demam/meriang setiap hari, berat badan turun tanpa sebab jelas, atau muncul
benjolan di area-area kelenjar di tubuh. Juga Indeks Prestasi merosot drastis,
eh bukan yang ini ding. Hehehehe..ini sih kasus spesifik diriku, sekalian curcol.
Boleh dong?
Waspadai juga ketika ada
penderita TB di sekitar Anda. Bukan berarti Anda harus menjauhi mereka, tapi
bantulah agar mereka sembuh sehingga tidak menjadi sumber penularan kuman TB.
Karena siapa pun bisa terjangkit, termasuk juga Anda.
Waspadalah!
>>>>>>>>>>>>>>>>>>
10 komentar:
semoga menjadi pelajaran berharga bagi semuanya.. hiyahiyahiya..
pernah tinggal dengan orang yang terkeda TB beberapa kali dan ia harus meminum obat begitu banyak, ihiks.. 8ikutan sedih, dulu, tapi ALhamdulillah dah pada sembuh semua.. aamiin..
Alhamdulillaah..makasih atas bantuan dan supportnya waktu itu. Tidak akan kulupakan dikau membuatkan bubur di dapur asrama, dan yg terpenting adalah dikau tidak menganggapku yg pasien TB sebagai pencitraan :D :D
hohoho.. dah lama malah ga bikin bubur.. hehehe.. enak kayaknya makan bubur :)
hahaha pake panci presto gampang, lebih cepat :D
Kakak boleh minta no wa.. Aku baru sja didiagnosa sakit tb.. Pgn tnya tnya gimna proses pengobatan nya yg memakan wktu lama
Kakak bolehkah minta no wa nya aku baru saja didianogsa tb paru dan mau mnjlni pengobtn slma 6 bln..
@Etha letha kak aku boleh minta no wa aku juga sama didiagnosa sakit tb alhamdulillah udh jalan 1 bln pengobatan
@EthaLetha boleh minta nmr wa nya biar bisa saling sharing
Ka aku pengen sharing tentang tb kalau aku awal nya batuk pilek udah kaya yg flu udah di obat tapi ga mempan dan ternyata aku kena tb makan susah pusing mual ada demam tapi alhamdulillah udah turun pengen coba ngilangin rasa pusing sama mual terus suka muntah2 dan skrng sakit tenggoroka gara2 efek muntah terus aku harus gimana :( pengen sembuh ya allah :(
puji Tuhan baru Agustus thn kmren (2018) sy dinyatakan sembuh total dr penyakit Tb Paru oleh Dokter stlh menjalani pengobatan selama 9 bln.
Posting Komentar